THE LIGHT OF AL-QUR'AN

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

MY SCHOOL LAST TIME

MY PHOTOS

Jumat, 29 Februari 2008

Peserta Didik

A. Pengertian
Dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 4 dikatakan bahwa Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Ada beberapa sebutan lain untuk peserta didik: anak didik, murid, siswa, mahasiswa, santri.

B. Hak dan Kewajiban

Dalam Bab V Pasal 12 dinyatakan bahwa:

(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:

a.mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;

b.mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;

c.mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

d.mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;

f.menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

(2) Setiap peserta didik berkewajiban:

a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;

b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

(3) Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

C. Karakteristik Peserta Didik (Anak)

1. Suci, bersih (fitrah).

2. Bersifat unik, berbeda karakteristik.

3. Mempunyai berbagai potensi untuk dikembangkan.

4. Belum dewasa.

5. Perlu bimbingan dan arahan.

6. Dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungannya.

Evaluasi Pendidikan

A. Pengertian

Secara bahasa, evaluasi berasal dari bahasa Inggris "Evaluation", artinya: penilaian, yakni suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu. Bila penilaian digunakan dalam dunia pendidikan, maka penilaian pendidikan berarti suatu tindakan untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan. Penilaian pendidikan merupakan mata rantai komponen dalam pengolahan pendidikan. Komponen ini mencakup penilaian terhadap proses pembelajaran di sekolah, sasarannya meliputi : siswa, kurikulum, guru dan tenaga kependidikan lainnya, sarana dan prasarana, administrasi, serta keadaan umum lingkungan sekolah.

Adapun secara istilah, evaluasi adalah usaha mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses belajar (kegiatan dan kemajuan belajar) dan hasil belajar siswa yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan perlakuan selanjutnya.

B. Penilaian dan Pengukuran

Ada dua istilah yang hampir sama tetapi berbeda, yaitu: "penilaian" dan "pengukuran", Pengukuran lebih terarah pada tindakan atau proses untuk menentukan kuantitas sesuatu, sedangkan penilaian menentukan kualitas sesuatu.

Walaupun berbeda, kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan karena keduanya sangat berhubungan erat. Pelaksanaan penilaian terlebih dahulu harus didasarkan atas pengukuran, sebaliknya pengukuran-pengukuran tersebut tidak akan berarti bila tidak akan dihubungkan dengan penilaian. Misalnya: Ahmad memperoleh skor mentah sebesar 80, skor tersebut disebut pengukuran, kemudian berdasarkan kriteria tertentu skor 80 yang diperoleh Ahmad termasuk kategori baik, maka Ahmad mendapat nilai belajar kategori baik, dan inilah yang disebut penilaian.

Baik untuk pengukuran maupun untuk penilaian, yang lebih popular digunakan di dunia pendidikan adalah penilaian atau evaluasi. Untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan tindakan penilaian, karena pembelajaran adalah proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajar. Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh sebab itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan penilaian hasil belajar.

C. Fungsi

Penilaian mempunyai beberapa fungsi:

1) Untuk mengetahui keefektifan proses pembelajaran yang telah dilakukan guru, dengan ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar.

2) Memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki cara belajar mengajar, mengadakan perbaikan bagi siswa serta menempatkan siswa pada situasi belajar mengajar yang lebih tepat sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh siswa.

3) Menentukan nilai hasil belajar siswa, yang antara lain diperlukan untuk pemberian laporan kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas dan penentuan kelulusan siswa.

4) Menyusun laporan dalam rangka penyempurnaan program belajar mengajar yang sedang berlaku.

D. Tujuan

Adapun tujuan penilaian dalam kegiatan proses pembelajaran adalah:

1) Pengambilan putusan tentang hasil belajar.

2) Pemahaman tentang peserta didik.

3) Perbaikan dan pengembangan program pengajaran.

Pengambilan putusan tentang hasil belajar merupakan suatu keharusan bagi seorang guru agar ia dapat mengetahui berhasil tidaknya siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Jika anak dinyatakan “Tidak Berhasil” maka guru harus menyelidiki faktor-faktor di bawah ini:

1) Kemampuan anak didik memang rendah.

2) Kualitas materi pelajaran tidak sesuai dengan tingkat usia anak.

3) Jumlah bahan pelajaran terlalu banyak sehingga tidak sesuai dengan waktu yang diberikan.

4) Komponen proses belajar mengajar yang kurang sesuai dengan tujuan.

Di samping itu, pengambilan putusan juga diperlukan untuk memahami anak didik, untuk mengetahui sejauhmana kekurangan-kekurangan anak didik dapat diberikan bantuan oleh guru, dengan evaluasi dimaksudkan agar dapat memperbaiki dan mengembangkan program pengajaran.

E. Ruang Lingkup dan Sasaran

Lingkup penilaian meliputi semua komponen yang menyangkut proses dan hasil belajar siswa, baik kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

Langkah pertama yang harus ditempuh guru dalam mengadakan penilaian adalah menetapkan apa yang menjadi sasaran atau objek penilaian, sebab sasaran itu penting diketahui agar memudahkan guru dalam menyusun alat evaluasinya. Pada umumnya ada tiga sasaran pokok penilaian, antara lain :

1) Segi tingkah laku, artinya segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan siswa sebagai akibat dari proses mengajar dan belajar.

2) Segi isi pendidikan, artinya penguasaan bahan pelajaran yang diberikan guru dalam proses belajar mengajar.

3) Segi yang menyangkut proses mengajar dan belajar itu sendiri. Proses mengajar dan belajar perlu diadakan penilaian secara objektif dari guru, sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

F. Pembagian

Berdasarkan sasaran penilaian di atas, maka penilaian dapat dibagi dua jenis, yaitu penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar siswa. Adapun yang dimaksud dengan penilaian hasil belajar siswa adalah: Pengumpulan informasi untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan dan kemampuan yang telah dikuasai siswa, yang hasilnya akan dicantumkan dalam akhir laporan catur wulan, semester, dan akhir tahun pelajaran atau akhir suatu satuan pendidikan.

G. Jenis

Untuk mengetahui jelasnya proses kegiatan dan kemajuan belajar dan pencapaian hasil belajar siswa, ada beberapa jenis penilaian yang lazim dilakukan yaitu: penilaian formatif, penilaian sub-sumatif dan sumatif, penilaian kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

1) Penilaian Formatif

a. Penilaian formatif adalah penilaian yang dilakukan pada akhir tiap satuan pelajaran.

b. Penilaian formatif bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tujuan instruksional khusus (TIK) pada setiap satuan pelajaran telah dicapai.

c. Penilaian formatif berfungsi umpan balik untuk perbaikan proses belajar mengajar.

d. Penilaian formatif dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar, kuesioner atau cara lainnya yang sesuai.

e. Siswa dinilai, berhasil dalam penilaian formatif jika mencapai taraf penguasaan sekurang-kurangnya 75 % dari tujuan yang ingin dicapai.

2) Penilaian sub-sumatif dan sumatif

a. Penilaian sub-sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan setelah sejumlah satuan pelajaran tertentu diselesaikan dan dilakukan pada perempat atau setengah catur wulan, setengah semester.

b. Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan pada akhir catur wulan/semester.

c. Biasanya siswa dinilai berhasil dalam setiap mata pelajaran jika telah mencapai Standar Kriteri Minimal (SKM)/Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM). Penilaian sub-sumatif dan sumatif dilakukan dengan cara menggunakan tes hasil belajar, kuesione, atau cara lain.

d. Hasil penilaian sub-sumatif dan sumatif dinyatakan dalam angka nilai 1-10/10-100.

e. Hasil penilaian sub-sumatif dan sumatif dinyatakan atau menjadi pertimbangan dalam menentukan nilai raport.

f. Penilaian sumatif pada akhir sekolah menjadi pertimbangan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam menyelesaikan pendidikan di suatu jenjang sekolah.

3) Penilaian ko dan ekstrakurikuler

a. Penilaian ko dan ekstrakurikuler adalah penilaian yang dilakukan terhadap hasil pelajaran siswa terhadap tugas-tugas yang diberikan dalam rangka memperdalam materi pelajaran yang diterima melalui kegiatan intrakurikuler.

b. Kegiatan ko dan ekstrakurikuler tersebut dapat berupa pekerjaan rumah, kliping, mengarang, penelitian sederhana, dan lain-lain yang sejenis.

c. Nilai kegiatan ko dan ekstrakurikuler menjadikan bahan pertimbangan penentuan ketuntasan belajar seorang siswa untuk setiap satuan bahasan dan merupakan salah satu usaha untuk perbaikan dan pengayaan.

Jumat, 01 Februari 2008

Pendidikan Luar Sekolah, PKBM, dan PAUD

1. Konsep Pendidikan Luar Sekolah
a. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah
Dalam Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1991 Pasal 9, ayat 1 dan 3 serta pasal 10 ayat 3 yang intinya
adalah bahwa:

a. Penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar pada satuan pendidikan dapat dilaksanakan di luar sekolah.

b. Lingkup pendidikan luar sekolah meliputi satuan pendidikan keluarga kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan yang sejenisnya.

c. Pendidikan luar sekolah tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.

Philip Coomb dalam Sutaryat (1992: 56) menyatakan bahwa:

Pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan yang diorganisasikan di luar sistem persekolahan yang mapan , apakah dilakukan secara terpisah atau sebagai bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, dilakukan secara sengaja untuk melayani anak didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya.

Dari pendapat di atas, pendidikan luar sekolah memiliki kegiatan yang terorganisasi dan bertujuan untuk melayani anak didik atau warga belajar dalam mencapai tujuan belajarnya.

Menurut Supardjo Adikusumo dalam Sutaryat (1992: 57), bahwa:

Pendidikian luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang terarah dan teratur di luar sekolah, dan seseorang memperoleh informasi pengetahuan, latihan, ataupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya bahkan masyarakat dan negaranya.

Definisi tersebut mengindikasikan bahwa terdapat berbagai tingkat usia dengan berbagai macam kebutuhannya dalam pendidikan luar sekolah. Tujuannya untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai, serta membantu individu untuk aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

Selanjutnya, D. Sudjana (1992: 1) memberikan definisi pendidikan luar sekolah sebagai berikut:

Pendidikan luar sekolah adalah setiap usaha pelayanan pendidikan yang dilakukan secara sengaja, teratur, dan berencana di luar sistem sekolah, berlangsung sepanjang umur, yang bertujuan untuk mengaktualisasikan potensi manusia sehingga terwujud manusia yang gemar belajar dan membelajarkan, maupun meningkatkan taraf hidup berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan luar sekolah mempunyai beberapa unsurei, yaitu: proses, program, aktivitas, tujuan, dan sasaran.

b. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1991 pasal 2, serta pernyataan dari beberapa definisi pendidikan luar sekolah, maka dapat disarikan kesimpulan bahwa tujuan pendidikan luar sekolah adalah:

a. Melayani.

b. Membina.

c. Memenuhi kebutuhan.

d. Mengembangkan tingkat keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya bahkan masyarakat dan negaranya.

e. Mengaktualisasikan potensi manusia sehingga terwujud manusia yang gemar belajar dan membelajarkan, maupun meningkatkan taraf hidup berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat.

c. Fungsi Pendidikan Luar Sekolah

Terdapat tiga fungsi pendidikan luar sekolah, yaitu:

  1. Sebagai Pelengkap (Complementary Education)

Berfungsi untuk melengkapi kemampuan peserta didik dengan jalan memberikan belajar yang tidak diperoleh dalam kurikulum pendidikan luar sekolah. Tipe pendidikan ini adalah untuk menyempurnakan atau melengkapi pendidikan sekolah. Sasaran anak didiknya adalah murid-murid yang mengikuti jenjang pendidikan sekolah. Pengorganisasian program didasarkan atas kebutuhan peserta dan kebutuhan masyarakat. Pengelola program adalah pihak sekolah yang bekerjasama dengan masyarakat.

  1. Sebagai Penambah (Suplementary Education)

Berfungsi untuk menyediakan kesempatan bagi siswa suatu jenjang pendidikan sekolah yang membutuhkan kesempatan belajar guna memperdalam pemahaman dan penguasaan materi pelajaran, mereka telah menamatkan jenjang pendidikan sekolah tetapi masih memerlukan pelayanan pendidikan yang dapat memperluas materi pelajaran yang telah diperoleh, atau bagi mereka yang putus sekolah dan mempunyai kebutuhan belajar untuk memperoleh pengetahuan baru dan keterampilan yang berkaitan dengan dunia kerja. Isi pelajaran biasanya dihubungkan dengan situasi praktis dan melibatkan pelajar dalam mengembangkan keterampilan secara langsung akan diaplikasikan dalam situasi kehidupan mereka.

  1. Sebagai Pengganti (Substitution Education)

Program-program yang dilaksanakan adalah untuk melayani anak atau orang dewasa yang karena berbagai hal tidak memasuki pendidikan sekolah. Isi program biasanya cerderung terpusat pada keterampilan membaca, menulis, dan berhitung, serta pengetahuan umum yang praktis dan sederhana. Keuntungan program PLS sebagai pengganti ini adalah programnya bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas, penyelenggaraannya singkat, dan biaya pendidikan relatif lebih murah.

d. Sasaran Pendidikan Luar Sekolah

Sutaryat (1992: 80) menggolongkan sasaran PLS ditinjau dari segi: usia, lingkungan sosial budaya, golongan suku terasing, golongan ekonomi lemah, jenis kelamin, golongan mata pencaharian, taraf pendidikan, dan kelompok khusus.

Sasaran pendidikan luar sekolah meliputi seluruh warga masyarakat yang membutuhkan pendidikan karena berbagai hal tidak dapat mengikuti pendidikan di sekolah. Pendidikan luar sekolah mengklasifikasikan pendidikan yang meliputi: warga masyarakat yang buta huruf, warga masyarakat putus sekolah antar jenjang lulus sekolah tidak melanjutkan, mereka yang sudah bekerja ingin meningkatkan keterampilan untuk jenjang karir.

e. Asas-Asas Pendidikan Luar Sekolah

Asas-asas pendidikan luar sekolah meliputi: asas inovasi, penentuan dan perumusan tujuan pendidikan, kebutuhan, pendidikan sepanjang hayat, dan relevansi pengembangan masyarakat (Sutaryat, 1992: 114).

a. Asas inovasi: penyelenggaraan dan pengembangan program pendidikan luar sekolah ke arah perubahan yang positif karena ditemukan ide, gagasan atau cara bekerja yang dianggap baru oleh orang yang terlibat dalam dunia pendidikan sebagai cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi atau untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

b. Asas penentuan dan perumusan tujuan pendididkan: pendidikan luar sekolah bertujuan untuk menentukan apa yang harus dipenuhi, sikap dan jenis tingkatan keterampilan yang dikuasai lulusannya. Perumusan tujuan yang baik dalam setiap jenis pendidikan akan mengarah pada pencapaian program yang optimal.

c. Asas kebutuhan: setiap kegiatan yang dilakukan berdasarkan atas kebutuhan yang disarankan oleh warga belajar (masyarakat).

d. Asas pendidikan sepanjang hayat: kesempatan yang diberikan kepada setiap warga belajar tidak terbatas oleh waktu dan usia, dan diarahkan pada upaya untuk menumbuhkan masyarakat yang gemar belajar (learning society). Adanya masyarakat yang gemar belajar akan menjadi ciri tumbuhnya masyarakat terdidik (educated society).

e. Asas relevansi: program pendidikan luar sekolah hendaknya dapat berperan untuk:

1. Menumbuhkankan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mereka membebaskan diri dari kebodohan.

2. Membantu masyarakat supaya bisa hidup berorganisasi untuk mempelajari keadaan hidupnya.

3. Masyarakat dapat memecahkan masalah sosial ekonomi yang dihadapainya.

f. Ciri-Ciri Pendidikan Luar Sekolah

Berdasarkan penjelasan Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1991 tentang PLS dan ditambah dengan pendapat Zulkarnaen dan Pujiwati dalam kumpulan konvensi nasional (1986: 4), ciri-ciri pendidikan luar sekolah adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan luar sekolah memiliki keleluasaan yang besar untuk secara cepat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa berubah.

b. Pendidikan luar sekolah merupakan jembatan antara pendidikan sekolah dan dunia kerja.

c. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan luar sekolah pada umumnya tidak terpusat, lebih terbuka dalam penerimaan peserta didik dan tidak terikat pada aturan yang ketat.

d. Menjawab kebutuhan warga belajar atau masyarakat pada waktu dan situasi tertentu.

e. Waktu penyelenggaraan yang relatif pendek/singkat.

f. Organisasi penyelenggaraan relatif pendek dan tidak permanen.

g. Berorientasi pada pengetahuan dan keterampilan praktis.

h. Warga belajarnya mempunyai latar belakang yang beraneka ragam

i. Pada umumnya tidak memberikan sertifikat yang mempunyai efek/pengaruh.


2. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
a. Pengertian PKBM

PKBM ialah pusat (sentra) dan atau wadah seluruh kegiatan belajar masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan/keahlian, hobi atau bakatnya yang dikelola/diselenggarakan oleh, dari, dan untuk masyarakat (Dikbud RI, 1982: 2).

PKBM merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan masyarakat. Hal ini selaras dengan pemikiran bahwa melembagakan PKBM akan banyak potensi yang selama ini tidak digali, akan dapat tergali, ditumbuhkan dan dimanfaatkan, didayagunakan melalui pendekatan-pendekatan kultural dan persuasif.

b. Fungsi PKBM

Menurut Umberto Sihombing (1998: 108-109), terdapat tujuh fungsi PKBM, antara lain:

a. PKBM sebagai wadah pembelajaran, artinya tempat belajar warga masyarakat dapat membina ilmu dan memperoleh berbagai jenis keterampilan dan pengetahuan fungsional yang dapat didayagunakan secara cepat dan tepat dalam upaya perbaikan kualitas hidup dan kehidupannya.

b. PKBM sebagai tempat pusaran semua potensi masyarakat, artinya sebagai tempat pertukaran potensi yang ada dan berkembang di masyarakat, sehingga menjadi suatu energi yang dinamis dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang memiliki kelebihan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap dijadikan nara sumber bagi anggota masyarakat lainnya.

c. PKBM sebagai pusat dan sumber informasi, artinya tempat masyarakat menanyakan informasi tentang berbagai jenis kegiatan pembelajaran dan keterampilan fungsional yang dibutuhkan masyarakat. Dengan demikian masyarakat dapat memperoleh informasi yang aktual dan akurat tentang berbagai informasi untuk memperbaiki kualitas kehidupannya.

d. PKBM sebagai ajang tukar menukar keterampilan dan pengalaman, artinya tempat berbagai jenis keterampilan dapat pelajari oleh masyarakat dengan prinsip saling belajar dan membelajarkan melalui diskusi tentang permasalahan yang dihadapi.

e. PKBM sebagai sentra pertemuan antara pengalaman dan sumber belajar, artinya tempat diadakannya berbagai pertemuan para pengelola dan sumber belajar (tutor), baik secara intern maupun dengan PKBM di sekitarnya untuk membahas berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam pengelolaan dan pembelajaran masyarakat.

f. PKBM sebagai lokasi belajar yang tidak pernah kering, artinya tempat yang secara terus menerus digunakan untuk kegiatan belajar bagi masyarakat dalam berbagai bentuknya.

g. PKBM sebagai tempat pembelajaran yang dapat digunakan oleh berbagai departemen dan lembaga-lembaga pemerintah , serta lembaga-lembaga bukan pemerintah/swasta, untuk menyampaikan hal-hal atau penjelasan tentang tugas dan tanggung jawabnya di dalam melayani masyarakat.

c. Strategi Pembelajaran di PKBM

Strategi pembelajaran di PKBM meliputi:

a. Identifikasi

b. Sosialisai program

c. Pengorganisasi masyarakat

d. Perumusan kebutuhan.

e. Penyusunan kurikulum

f. Penyiapan kader

g. Pelaksanaan kegiatan belajar dalam kelompok

h. Cara deduktif

i. Cara induktif

j. Pelaksanaan belajar di luar kelompok

k. Evaluasi

l. Penerapan hasil belajar.

3. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
a. Pengertian PAUD

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I Pasal 14, disebutkan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Hampir senada dengan di atas, Gutama, dkk. (2002: 1) menyatakan bahwa:

Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang ditujukan bagi anak usia dini (0-6 tahun) yang diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah dalam bentuk penitipan anak, kelompok bermain, dan satuan pendidikan anak usia dini yang sejenis, guna mempersiapkan anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal serta kelak siap memasuki pendidikan dasar.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sri Wahyuningsih, dkk. (2005), bahwa pendidikan anak usia dini adalah:

Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak usia dini, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar dan kehidupan tahap berikutnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan anak usia 0-6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan dalam rangka membantu anak guna mengembangkan perkembangan jasmani dan rohaninya sehingga ia memiliki kesiapan untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya, yaitu tahap pendidikan dasar.

b. Bentuk Kegiatan PAUD

Lebih lanjut dalam Bab VI Pasal 28 ayat 3, 4, dan 5, disebutkan pula bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Pada jalur formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Pada jalur nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

c. Prinsip PAUD

Gutama, dkk. (2006: 4), menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini yang diterapkan dalam program PAUD didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini:

a. Berorientasi pada kebutuhan anak. Kegiatan belajar harus selalu ditujukan pada pemenuhan kebutuhan perkembangan anak secara individu, karena anak merupakan individu yang unik, maka masing-masing anak memiliki kebutuhan rangsangan yang berbeda.

b. Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain. Bermain merupakan pendekatan dalam mengelola kegiatan belajar anak, dengan menerapkan metode, strategi, sarana, dan media belajar yang merangsang anak untuk melakukan eksplorasi, menemukan dan menggunakan benda-benda yang ada di sekitarnya.

c. Merangsang munculnya kreativitas dan inovatif. Kreativitas dan inovasi tercermin melalui kegiatan yang membuat anak tertarik, fokus, serius, dan konsentrasi.

d. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar. Lingkungan harus diciptakan menjadi lingkungan yang menarik dan menyenangkan bagi anak selama mereka bermain.

e. Mengembangkan kecakapan hidup anak. Kecakapan hidup diarahkan untuk membantu anak menjadi mandiri, disiplin, mampu bersosialisasi, dan memiliki keterampilan dasar yang berguna bagi kehidupan kelak.

f. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang ada di lingkungan sekitar.

g. Dilaksanakan secara bertahap dengan mengacu pada prinsip perkembangan anak, yaitu enam prinsip:

1. Anak akan belajar dengan baik bila kebutuhan fisiknya terpenuhi dan merasakan aman serta nyaman dalam lingkungannya.

2. Anak belajar terus menerus, dimulai dari membangun pemahaman tentang sesuatu, mengeksplorasi lingkungan, menemukan kembali sesuatu konsep, hingga mampu membuat sesuatu yang berharga.

3. Anak belajar melalui interaksi sosial baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya yang ada di lingkungannnya.

4. Minat dan ketekunan anak akan memotivasi belajar anak.

5. Perkembangan dan gaya belajar anak seharusnya dipertimbangkan sebagai perbedaan individu.

6. Anak belajar dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, dari gerakan ke verbal, dan dari diri sendiri ke sosial.

h. Rangsangan pendidikan mencakup semua aspek perkembangan.

d. Komponen/Unsur-Unsur PAUD

Terdapat tujuh komponen atau unsur PAUD, antara lain:

a. Peserta didik

b. Pendidik

c. Pengelola

d. Teknis penyelenggaraan

e. Pengelolaan administrasi

f. Evaluasi, dan

g. Pembinaan.