THE LIGHT OF AL-QUR'AN

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

MY SCHOOL LAST TIME

MY PHOTOS

Jumat, 11 April 2008

KONSEP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

A. Pengertian Strategi Belajar Mengajar

Secara bahasa (harfiah), strategi dapat diartikan sebagai seni (art) melaksanakan stratagem, yakni siasat atau rencana. Banyak padanan kata strategi dalam bahasa Inggris, dan yang dianggap relevan ialah kata approach (pendekatan) dan kata procedure (tahapan kegiatan). Dalam perspektif psikologi, kata strategi yang berasal dari bahasa Yunani itu, berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk mencapai tujuan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas RI, 2003: 1092), kata strategi mengandung empat pengertian, yaitu:

1. Ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai.

2. Ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh dalam perang, dalam kondisi yang menguntungkan.

3. Rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.

4. Tempat yang baik menurut siasat perang.

Berdasarkan makna di atas, maka strategi belajar mengajar dapat diartikan sebagai:

1. Ilmu dan seni yang mengandung siasat/taktik yang digunakan guru dan siswa dalam melakukan kegiatan belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2. Rencana yang cermat mengenai kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

3. Pola-pola umum kegiatan guru-siswa dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

B. Peran Penting Strategi Belajar Mengajar

Sedikitnya ada tiga peran penting strategi belajar mengajar, antara lain:

1. Setiap tujuan akan tercapai jika strategi yang diterapkan benar dan sesuai dengan rencana. Jadi strategi merupakan salah satu jembatan mencapai tujuan. Tidak sedikit orang gagal mencapai tujuan karena strategi yang diterapkannya salah.

2. Setiap proses pembelajaran akan berlangsung secara lancar dikarenakan guru dan siswa menggunakan strategi yang jitu.

3. Keberhasilan seorang guru dalam mengajar salah satunya ditentukan oleh kepiawaiannya dalam menggunakan strategi pembelajaran.

C. Fungsi Strategi Belajar Mengajar

Berdasarkan pengertian strategi belajar mengajar di atas, maka terdapat tiga fungsi SBM, yaitu:

1. Sebagai siasat atau taktik bagi guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.

2. Sebagai rencana yang cermat dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

3. Sebagai pola umum bagi guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.

D. Sasaran Strategi Belajar Mengajar

Sasaran pokok strategi belajar mengajar adalah proses/kegiatan belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa serta tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

E. Penerapan Strategi Belajar Mengajar

Ada empat penerapan strategi belajar mengajar, antara lain;

  1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi serta kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan sesuai tuntutan dan perubahan zaman.
  2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan belajar mengajar yang tepat untuk mencapai sasaran yang akurat.
  3. Memilih dan menetapkan prosedur dan metode belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam menunaikan kegiatan mengajar.
  4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem pembelajaran yang bersangkutan secara keseluruhan.

F. Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar

Dalam pandangan Hasibuan dan Moedjiono (1986: 4-6), ada beberapa dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan strategi belajar mengajar. Di bawah ini dikemukakan beberapa di antaranya yang dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk memahami, dan pada gilirannya untuk dapat memilih secara lebih tepat serta menggunakannya secara lebih efektif di dalam penciptaan lingkungan belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan prinsip cara belajar siswa aktif yang mementingkan peranan aktif siswa dalam proses pembelajaran, sehingga mengajar dikonsepsikan sebagai penyediaan kondisi untuk membelajarkan siswa.

Klasifikasi strategi belajar mengajar tersebut antara lain:

  1. Pengaturan guru dan siswa.
  2. Struktur peristiwa belajar mengajar.
  3. Peranan guru-murid di dalam mengolah pesan.
  4. Proses pengolahan pesan.
  5. Tujuan belajar.

1. Pengaturan Guru dan Siswa

Dari segi pengaturan guru dapat dibedakan pengajaran oleh seorang guru atau oleh suatu tim, selanjutnya dapat pula dibedakan apakah hubungan guru murid terjadi secara tatap muka ataukah dengan perantara media, baik media cetak ataupun visual. Sedangkan dari segi siswa dapat dibedakan pengajaran klasikal (kelompok besar), kelompok kecil (5 – 7 orang siswa), atau pengajaran perorangan.

2. Struktur Peristiwa Belajar Mengajar

Struktur peristiwa belajar mengajar dapat bersifat tertutup, dalam arti segala sesuatu telah ditentukan secara relative ketat, dapat juga bersifat terbuka, dalam arti tujuan khusus, materi, serta prosedur yang akan ditempuh untuk mencapainya ditentukan sementara kegiatan belajar mengajar berlangsung.

3. Peranan Guru-Murid di dalam Mengolah Pesan

Pengajaran yang menyampaikan pesan dalam keadaan telah siap (telah diolah secara tuntas oleh guru sebelum disajikan) dinamakan bersifat ekspositorik, sedangkan yang mengharuskan pengolahan oleh siswa dinamakan heuristic. Ada dua sub strategi di dalam strategi heuristik, yaitu inkuiri dan discoveri.

4. Proses Pengolahan Pesan

Peristiwa belajar mengajar yang bertolak dari umum untuk dilihat keberlakuannya atau akibatnya pada yang khusus dinamakan strategi belajar mengajar yang bersifat deduktif, sedangkan strategi belajar mengajar yang ditandai oleh proses berpikir yang bergerak dari khusus ke umum dinamakan induktif. Pesan-pesan dalam pembelajaran yang berupa materi yang disajikan guru juga bisa bersifat deduktif ataupun induktif.

5. Tujuan Belajar

Robert M. Gagne mengelompokkan kondisi-kondisi belajar sesuai dengan tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai. Gagne mengemukakan delapan macam, yang kemudian disederhanakan menjadi lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar, sehingga pada gilirannya membutuhkan sekian macam kondisi belajar untuk pencapaiannya. Kelima macam kemampuan hasil belajar tersebut adalah:

  1. Keterampilan intelektual.
  2. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang di dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.
  3. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. Kemampuan ini umumnya dikenal dan tidak jarang.
  4. Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah, antara lain keterampilan menulis, mengetik, menggunakan jangka, dan sebagainya.
  5. Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang, sebagaimana dapat disimpulkan dari kecenderungannya bertingkah laku terhadap orang, barang, atau kejadian.

Kelima macam hasil belajar di atas mempersyaratakan kondisi-kondisi belajar tertentu sehingga dapat dijabarkan strategi belajar mengajar yang sesuai.

Pengklasifikasian strategi belajar mengajar yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Bruce dan Marsha Weil, yang terdiri dari empat model mengajar, yaitu model interaksi sosial, pengolahan informasi, personal humanistik, dan modifikasi tingkah laku (Pembahasan keempat model tersebut akan diuraikan secara terperinci dalam bab tersendiri).

VARIASI MENGAJAR

Proses belajar mengajar merupakan sebuah kegiatan yang integral (utuh terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Dalam kesatuan kegiatan ini terjadi interaksi resiprokal, yakni hubungan antara guru dengan para siswa dalam situasi instruksional, yaitu suasana yang bersifat pengajaran.

Dari pernyataan tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ternyata dalam proses belajar mengajar pasti melibatkan dua komponen penting, yakni guru dan siswa.

Dari aspek guru, maka pada tataran pelaksanaan proses pembelajaran, seyogyanya memiliki berbagai kemampuan untuk mendukung ke arah pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, baik kemampuan yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotor. Di samping itu, fungsi atau peranan guru juga menjadi hal yang teramat penting untuk diwujudkan. Kemampuan dan fungsi tersebut, dalam pandangan Muhibbin Syah (2006: 250-251), mencakup guru sebagai designer of instruction (perancang pembelajaran), manager of instruction (pengelola pembelajaran), dan evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa).

Salah satu fungsi guru itu yang merupakan inti (core) proses belajar mengajar adalah sebagai manager of instruction. Posisi tersebut menghendaki kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan proses belajar mengajar. Di antara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses belajar mengajar, yang terpenting ialah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdayaguna dan berhasilguna.

Dalam mengelola proses pembelajaran, maka satu di antara kemampuan yang mesti dikuasai guru adalah kemampuan variasi mengajarnya, sebab variasi mengajar yang diterapkan oleh guru akan berimplikasi secara luas terhadap mudah atau tidaknya proses pencapaian tujuan pembelajaran. Termasuk juga di dalamnya akan berdampak pada setiap kegiatan/aktivitas belajar siswa.

A. Pengertian Variasi Mengajar

Variasi mengandung beberapa arti, yaitu: 1) tindakan atau hasil perubahan dari keadaan semula; 2) selingan; 3) bentuk (rupa) yang lain; 4) perubahan rupa (bentuk) yang turun temurun pada binatang yang disebabkan oleh perubahan lingkungan (Depdiknas RI, 2003: 1259). Maka yang dimaksud dengan variasi mengajar dalam dunia pendidikan adalah bermacam atau beragamnya bentuk (rupa) kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi pelajaran kepada siswa.

B. Pentingnya Variasi Mengajar

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam proses belajar mengajar adakalanya siswa, bahkan guru, mengalami kejenuhan. Hal ini tentu menjadi problem bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk mengatasi kejenuhan itu perlu diciptkan situasi dan kondisi belajar mengajar yang bervariasi. Apabila guru mampu menghadirkan proses mengajar yang bervariasi, kemungkinan besar kejenuhan tidak akan terjadi.

Kejenuhan siswa dalam memperoleh pembelajaran dapat diamati selama proses belajar mengajar berlangsung, seperti kurang perhatian, mengantuk, ngobrol dengan sesame teman, pura-pura permisi mau ke kamar kecil, hanya untuk menghindari kebosanan itu. Karenanya, pembelajaran yang bervariasi sangat urgen (penting) artinya bagi terlaksananya pencapaian tujuan, sehingga situasi dan kondisi belajar mengajar berjalan normal.

C. Tujuan Variasi Mengajar

Tujuan variasi mengajar mencakup empat macam, yaitu:

1. Agar Perhatian Siswa Meningkat

Selama proses pembelajaran berlangsung siswa dituntut untuk memperhatikan materi, sikap, dan teladan yang diberikan guru. Apabila perhatian siswa berkurang, apalagi tidak memperhatikan sama sekali, maka sulit diharapkan jika siswa mengetahui dan memahami apa yang diuraikan guru. Maka peran guru sangat penting artinya untuk membuat siswa terpusat pada penyajian pelajarannya. Di sinilah guru harus mampu menampilkan variasi mengajarnya.

2. Memotivasi Siswa

Dalam belajar, guru dapat mengamati perbedaan prestasi siswa yang satu dengan lainnya. Hasil pengamatan niscaya akan menunjukkan bahwa semakin tinggi prestasi yang dicapai seorang siswa, salah satunya terkait dengan besar atau tingginya motivasi yang ia miliki. Atas dasar itu dapat ditegaskan bahwa motivasi memegang peranan yang sangat penting dalam belajar. Siswa yang tidak memiliki motivasi belajar, dengan demikian tidak akan mendapatkan kualitas belajar dan prestasi yang baik. Selain siswa sendiri harus menjaga motivasinya, guru juga hendaklah membantu siswa untuk menjaga dan meningkatkan motivasi belajarnya. Dalam konteks inilah variasi mengajar yang dilakukan oleh guru berkontribusi sangat besar dalam membantu siswa agar lebih termotivasi dalam belajar. Kasus ada beberapa siswa yang kurang termotivasi belajar, salah satunya harus diakui akibat guru kurang mampu menampilkan pembelajaran yang bervariasi.

Guru dapat mempergunakan variasi upayanya dalam membangkitkan motivasi siswa, antara lain dengan: menciptakan persaingan di antara siswa, menyatakan tujuan secara jelas kepada siswa, memberikan penilaian atau angka, memberikan pujian, hadiah, hukuman, penguatan, dan sebagainya.

3. Menjaga Wibawa Guru

Guru hendaknya menyadari bahwa kehadirannya sewaktu mengajar tidak seluruh siswa menyenanginya. Banyak guru yang kehadirannya di kelas disambut dengan senyum kecut, ditertawai, bahkan adakalanya siswa menggunjing guru, baik melalui singgungan (tidak langsung) atau menggunjing ketika guru itu selesai mengajar. Kondisi ini akan berpengaruh buruk terhadap penerimaan materi pelajaran oleh siswa. Dengan kata lain siswa tidak akan optimal mengikuti dan memperoleh pengajaran dari guru.

Faktor ketidaksenangan siswa terhadap guru umumnya terjadi sebagai reaksi terhadap perilaku guru selama mengajar. Umpamanya, ketika mengajar guru duduk saja. Cara ini mengundang gunjingan dari siswa, misalnya siswa menyebut “Pak Ambeyen”. Atau guru hanya menggunakan ceramah saja sehingga tidak pernah melakukan kegiatan tulis menulis di papan tulis. Cara demikian ini juga dapat mengundang gunjingan seperti siswa menyebut gurunya dengan “Tukang Obat”. Gunjingan tersebut dengan jelas merendahkan wibawa guru di mata siswa.

Untuk menghindari berbagai kejadian yang dapat merendahkan wibawa guru, salah satunya guru harus mampu mengajar dengan penuh percaya diri, memiliki kesiapan mental dan intelektual, memiliki kekayaan metode, keluasan teknik, dan sebagainya. Dengan kata lain guru harus memiliki bentuk dan model pengajaran yang bervariasi.

4. Mendorong Kelengkapan Fasilitas Pembelajaran

Guru yang memiliki kemampuan variasi mengajar terlebih dahulu ditentukan oleh penguasaannya terhadap seluruh elemen pembelajaran, seperti metode, materi, media, bahan, pendekatan. Jika hal-hal itu kurang, apalagi tidak dikuasai, maka akan sangat sulit mendambakan seorang guru yang memiliki variasi mengajar secara tepat dan diterima oleh siswa.

Aspek lain yang sangat penting bagi kemampuan guru memiliki variasi mengajar bergantung kepada ketersediaan fasilitas yang ada di kelas/sekolah. Sebab sangat disadari bahwa fasilitas merupakan kelengkapan belajar yang harus ada di sekolah. Fungsi fasilitas antara lain sebagai alat Bantu, peraga dan sumber belajar. Jika guru mampu menghadirkan pembelajaran yang bervariasi, maka dengan sendirinya akan memicu sekolah menyediakan berbagai fasilitas yang mendukung bagi penggunaan pembelajaran yang bervariasi, atau setidak-tidaknya siswa secara kreatif menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan ketika guru mengajar tersedia fasilitas yang memadai.

D. Komponen/Dimensi Variasi Mengajar

Terdapat tiga komponen atau dimensi variasi mengajar, antara lain:

a. Variasi gaya mengajar

Bagi siswa, variasi gaya mengajar dilihat sebagai sesuatu yang energik, antusias, bersemangat, dan semuanya memiliki relevansi dengan hasil belajar. Perilaku guru seperti itu dalam proses pembelajaran akan menjadi dinamis dan mempertinggi komunikasi antara guru dan anak didik, menarik perhatian anak didik, menolong penerimaan bahan pelajaran, dan memberikan stimulasi. Variasi gaya mengajar ini terdiri dari:

1. Variasi suara

Guru dapat bervariasi dalam intonasi, nada, volume, dan kecepatan. Guru dapat mendramatisasi suatu peristiwa, menunjukkan hal-hal yang dianggap penting, berbicara secara pelan dengan seorang anak didik atau berbicara secara tajam dengan anak didik yang kurang perhatian.

2. Penekanan (focusing)

Untuk memfokuskan perhatian anak didik pada suatu aspek yang penting atau aspek kunci, guru dapat menggunakan penekanan secara verbal. Penekanan seperti itu biasanya dikombinasikan dengan gerakan anggota badan yang dapat menunjuk dengan jari atau memberi tanda pada papan tulis.

3. Pemberian waku (pausing)

Untuk menarik perhatian anak didik dapat dilakukan dengan mengubah yang bersuara menjadi sepi, dari suatu kegiatan menjadi tanpa kegiatan atau diam, dari akhir bagian pelajaran ke bagian berikutnya. Bagi anak didik, pemberian waktu dipakai untuk mengorganisasikan jawabannya agar menjadi lengkap.

4. Kontak pandang

Bila guru berbicara atau berinteraksi dengan anak didik, sebaiknya mengarahkan pandangannya ke seluruh kelas, menatap mata setiap anak didik untuk dapat membentuk hubungan yang positif dan menghindari hilangnya kepribadian.

5. Gerakan anggota badan (gesturing)

Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan marupakan bagian yang penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik perhatian saja, tetapi juga mendorong dalam menyampaikan arti pembicaraan.

6. Pindah posisi

Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas dapat membantu dalam menarik perhatian anak didik, dapat meningkatkan kepribadian guru. Perpindahan posisi dapat dilakukan dari muka ke bagian belakang, dari sisi kiri ke sisi kanan, atau di antara anak didik dari belakang ke samping anak didik.

b. Variasi media dan bahan ajar

Media dan alat pelajaran bila ditinjau dari indera yang digunakan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu yang dapat didengar, dilihat, dan dapat diraba. Penggunaan media dan bahan ajar yang multimedia dan relevan dengan tujuan pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar sehingga lebih bermakna dan tahan lama. Variasi media dan bahan terdiri dari:

1. Variasi media pandang

Variasi alat atau bahan yang dapat dilihat (visual aids): alat atau media yang termasuk ke dalam jenis ini ialah yang dapat dilihat, antara lain: grafik, bagan, poster, diorama, specimen, gambar, dan slide.

2. Variasi media dengar

Variasi alat atau bahan yang dapat didengar (auditive aids): suara guru termasuk ke dalam media komunikasi utama di ruang kelas. Rekaman suara, suara radio, musik, deklamasi puisi, sosiodrama, telephone dapat dipakai sebagai indera dengar yang divariasikan dengan indera lainnya.

3. Variasi media taktik

Variasi ini bermakna penggunaan media yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk menyentuh dan memanipulasi benda atau bahan ajar. Dalam hal ini akan melibatkan anak didik dalam kegiatan penyusunan atau pembuatan model, yang hasilnya dapat disebut sebagai media taktik. Penggunaan media ini pada dasarnya merangsang siswa untuk kreatif. Umpamanya, guru memperlihatkan dan menjelaskan tentang peta pulau Jawa, setelah itu siswa disuruh untuk menggambarkan peta tersebut. Cara ini akan memudahkan siswa untuk mengingat pula atau nama-nama kota, sungai, pasar, dan lain sebagainya yang terdapat dalam pulau tersebut.

c. Variasi interaksi

Variasi dalam pola interaksi yang lazim dilakukan guru ada dua hal, yaitu:

  1. Siswa belajar atau melakukan aktivitas lainnya dalam ruang lingkup pembelajaran secara bebas tanpa campur tangan dari guru.
  2. Siswa hanya mendengarkan secara pasif sedangkan guru berbicara secara aktif sehingga seluruh proses pembelajaran didominasi oleh guru.

Namun di antara dua jenis pola di atas, yang pertama akan lebih baik, sekalipun yang ideal adalah antara guru dan siswa memiliki peranan yang proporsional. Dalam arti guru tidak mendominasi kelas dan siswa juga memiliki kebebasan tanpa berarti tidak ada kendali guru. Guru memainkan peranan sebagai fasilitator, artinya orang yang memberikan kemudahan pada siswa untuk bias belajar.

E. Landasan Penetapan Variasi Mengajar

Dalam penggunaan variasi mengajar harus tersusun berdasarkan rencana yang jelas dan didasarkan pada rujukan tujuan pembelajaran. Untuk mencapai keharusan tersebut maka seorang guru dituntut kearifan dalam menggunakan variasi mengajarnya. Beberapa landasan untuk mewujudkan kearifan tersebut diantaranya sebagai berikut:

  1. Variasi pengajaran yang diselenggarakan harus menunjang dan dalam rangka merealisasikan tujuan pembelajaran.
  2. Penggunaan variasi mengajar harus lancar dan berkesinambungan, tidak mengganggu proses belajar mengajar dan anak didik akan lebih memperhatikan berbagai proses pembelajaran secara utuh.
  3. Penggunaan variasi mengajar harus terstruktur, terencana dan sistematik.
  4. Penggunaan variasi mengajar harus luwes (tidak kaku) sehingga kehadiran variasi itu makin mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar. Di samping itu penggunaannya bersifat spontan dan merupakan umpan balik.

Kearifan itulah setidak-tidaknya yang diperlukan seorang guru dalam penggunaan variasi mengajar. Kearifan itu menunjukkan bahwa dalam penggunaan variasi mengajar, guru hendaklah memperhatikan keberadaan siswa, situasi, dan kondisi lingkungan.

PENGELOLAAN KELAS

A. Pengertian Pengelolaan Kelas

Suatu yang tak dapat dipungkiri bahwa kelas merupakan lingkungan belajar yang diciptakan berdasarkan kesadaran kolektif dari suatu komunitas siswa yang relatif memiliki tujuan yang sama. Kesamaan tujuan merupakan kekuatan potensial pengelolaan kelas dan aktualitasnya adalah proses pembelajaran yang akseptabel.

Pengelolaan kelas mengarah pada peran guru untuk menata pembelajaran secara kolektif atau klasikal dengan cara mengelola perbedaan-perbedaan kekuatan individual menjadi sebuah aktivitas belajar bersama. Suharsimi Arikunto (1988: 67) berpendapat bahwa pengelolaan kelas merupakan suatu usaha yang dilakukan guru untuk membantu menciptakan kondisi belajar yang optimal.

Sedangkan Sudirman N (1991: 311) mengemukakan bahwa pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa yang berlangsung pada lingkungan sosial, emosional, dan intelektual anak dalam kelas, menjadi sebuah lingkungan belajar yang membelajarakan. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar , tercapainya suasana kelas yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, nyaman, dan penuh semangat sehingga terjadi perkembangan intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada siswa. Dari dua pengertian di atas menunjukkan adanya beberapa variabel yang perlu dikelola secara sinergik, terpadu, dan sistematis oleh guru, yaitu:

  1. Ruang kelas, menunjukkan batasan lingkungan belajar.
  2. Usaha guru, tuntutan adanya dinamika kegiatan guru dalam mensiasati segala kemungkinan yang terjadi dalam lingkungan belajar.
  3. Kondisi belajar, merupakan batasan aktivitas yang harus diwujudkan.
  4. Belajar yang optimal, merupakan ukuran kualitas proses yang mendorong mutu sebuah produk belajar.

Dalam pengertian lain dikemukakan bahwa pengelolaan kelas merupakan suatu proses seleksi tindakan yang dilakukan guru dalam fungsinya sebagai penannggung jawab kelas dan seleksi penggunaan alat-alat belajar yang tepat sesuai dengan masalah yang dan karakteristik kelas yang dihadapi. Jadi pengelolaan kelas sebenarnya merupakan upaya mendayagunakan seluruh potensi kelas, baik sebagai komponen utama pembelajaran maupun komponen pendukungnya (Pupuh Fathurrohman, 2001: 106).

B. Ciri-Ciri Kelas yang Tertib dan Karakter Kelas yang Baik

Dalam uraian Suharsimi Arikunto (1988: 68), ciri-ciri kelas yang tertib adalah:

  1. Setiap anak harus bekerja dan belajar secara aktif. Artinya tidak ada yang terhenti kegiatannya karena tidak tahu tugas yang harus dilakukan atau tidak dapat melakukan tugas yang diberikan kepadanya.
  2. Setiap anak terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu.
  3. Setiap anak bekerja secepatnya supaya lekas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.

Karakter kelas yang dihasilkan karena adanya proses pengelolaan kelas yang baik akan memiliki sekurang-kurangnya tiga ciri, yaitu:

1. Speed. Anak dapat belajar dalam percepatan proses dan progress, sehingga membutuhkan waktu yang relative singkat.

2. Simple. Organisasi kelas dan materi menjadi sederhana, mudah dicerna dan situasi kelas kondusif.

3. Self-Confidence. Anak dapat belajar dengan penuh rasa percaya diri atau menganggap dirinya mampu mengikuti pelajaaran dan terdorong kuat untuk terus berprestasi.

C. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas

Lahirnya interaksi yang optimal di dalam kelas, salah satunya tergantung pada pendekatan yang diterapkanoleh guru. Pendekatan-pendekatan itu antara lain:

  1. Pendekatan Kekuasaan. Ciri utama pendekatan ini adalah ketaatan pada aturan yang melekat pada pemilik kekuasaan. Guru mengontrol siswa dengan ancaman, sanksi, hukuman, dan bentuk disiplin yang ketat dan kaku.
  2. Pendekatan Kebebasan. Pengelolaan kelas bukan membiarkan anak belajar dengan sebebas-bebasnya, tetepai memberikan suasana dan kondisi belajar yang memungkinkan anak merasa merdeka, bebas, nyaman, penuh tantangan dan harapan dalam melakukan belajar.
  3. Pendekatan Keseimbangan Peran. Pendekatan ini dilakukan dengan memberi seperangkat aturan yang disepakati guru dan siswa. Isi aturan berkaitan dengan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas dan aturan yang boleh atau tidak boleh dilakukan siswa selama belajar.
  4. Pendekatan Pengajaran. Pendekatan ini menghendaki lahirnya peran guru untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang menguntungkan proses pembelajaran. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pengajaran yang baik.
  5. Pendekatan Suasana Emosi dan Sosial. Pengelolaan kelas merupakan proses penciptaaan iklim atau suasana emosional dan hubungan sosial yang positif dalam kelas. Suasana hati yang saling mencintai antar guru-siswa dan siswa-siswa penting dalam menciptakan hubungan sosial pembelajaran.
  6. Pendekatan Kombinasi. Pada pendekatan ini bisa menggunakan beberapa pilihan tindakan untuk mempertahankan dan menciptakan suasana belajar yang baik. Guru memiliki peran penting untuk menganalisis kapan dan bagaimana tindakan itu tepat dilakukan. Semua orang mudah melakukan tindakan, tetapi bertindak pada waktu yang tepat dan dengan cara yang akurat pada tujuan yang bermanfaat, hanya guru yang harus cermat.

D. Resep Pengelolaan Kelas

Suasana yang bakal menakjubkan kelas adalah apabila guru dapat merancang pengajaran yang memuaskan siswa, memanfaatkan serangkaian kecerdasan siswa, melejitkan motivasi dan menyiapkan siswa untuk meraih sukses. Menurut Bobbi dePorter, dkk. (2000: 84), terdapat beberapa modalitas dalam resep pengelolaan belajar di kelas, antara lain:

1. Dari Dunia Mereka ke Dunia Kita

Prinsip menjembatani jurang antara siswa dan guru akan memudahkan guru membangun jalinan komunikasi yang baik, menyelesaikan bahan pelajaran lebih cepat, membuat hasil belajar lebih melekat dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan. Membuat rencana pengajaran yang dapat menyeberang ke dunia anak dengan cara mengerti minat, hasrat dan pikirannya, maka guru dapat membawa siswa sepenuhnya ke dalam proses pembelajaran.

2. Cermati Modalitas V-A-K

Meskipun kebanyakan orang memiliki akses ketiga modalitas, yakni visual, auditorial, dan konestetik, namun semua orang cenderung pada salah satu modalitas belajar yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan, dan komunikasi. Visual adalah modalitas mengakses citra visual (yang diciptakan maupun diingatkan), auditorial adalah modalitas mengakses segala jenis bunyi dan kata (yang diciptakan dan diingatkan), dan kinestetik adalah modalitas mengakses segala jenis gerak dan emosi (yang diciptakan dan diingatkan).

3. Model Kesuksesan dari Sudut Pandang Perancang

Guru selalu mengolah secara cermat rencana pengajaran untuk mempersiapkan siswa belajar dengan penuh kehangatan dan antusias. Buat segalanya bertujuan Guru membuat strategi TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan).

4. Pertemukan Kecerdasan Berganda

Pertemukanlah oleh guru seluruh potensi kecerdasan anak, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Target atau sasaran belajar di kelas bukan hanya satu aspek kecerdasan saja, tetapi seluruhnya dapat dicapai.

5. Penggunaan Metafora, Perumpamaan dan Sugesti

Metafora: otak manusia merupakan mesin pembuat makna yang mencari-cari kecocokan dengan pengalaman sebelumnya. Metafora dapat menghidupkan konsep-konsep yang dapat terlupakan dan memunculkannya ke dalam otak secara mudah dan cepat dengan asosiasi; Sugesti: memberi bayangan yang mudah diingat. Menurut temuan ilmuwan saraf bahwa 90% masukan indera untuk otak berasal dari sumber visual dan otak mempunyai tanggapan cepat terhadap simbol, gambar yang sederhana dan kuat. Otak manusia melakukan proses informasi pada kecepatan yang mengagumkan. Sugesti dalam pembelajaran bisa terjadi karena penggunaan bahasa positif dan non-verbal, penataan lingkungan yang apik dan persepsi individual.

E. Keterampilan Pengelolaan Kelas

Keterampilan pengelolaan kelas secara praktis berkaitan dengan usaha mempertahankan kondisi kelas dan mengembangkan iklim kelas. Kedua atmosfir kelas bertumpu pada iklim kelas yang akseptibel untuk belajar. Keterampilan pengelolaan kelas terdiri dari dua hal, yaitu:

1. Usaha Mempertahankan Kondisi Kelas

usaha menciptakan kondisi kelas merupakan perbuatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan dengan memberi ramalan atau prediksi iklim kelas yang akan terjadi atau mungkin terjadi. Sedangkan mempertahankan kondisi kelas merupakan reaksi atau respons langsung atas peristiwa yang terjadi dalam suasana nyata di kelas.

Teknik mempertahankan kondisi kelas dapat dilakukan dengan cara menunjukkan sikap tanggap. Sikap ini dapat dilakukan dengan cara membagi pandangan guru secara merata dan adil, mendekati siswa agar memberi kehangatan dan persahabatan, memberi pernyataan atau pengakuan serta menunjukkan sikap tegas pada gangguan yang terjadi di kelas.

Sisi lain dari upaya mempertahankan kondisi kelas dapat berupa pemusatan perhatian pada semua siswa dengan cara mmeberi petunjuk yang jelas, penguatan dan pengulagan materi, penyesuaian irama belajar, dan meminta pertanggungjawaban siswa atas tugas yang telah diberikan.

Thomas Gordon (1997: 23) memberikan beberapa resep yang bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan kondisi kelas yang baik, antara lain:

  1. Keterbukaan dan transparan, sehingga memungkinkan terjalinnya keterusterangan dan kejujuran satu dengan lainnya.
  2. Penuh perhatian, bila tiap pihak mengetahui bahwa dirinya dihargai oleh pihak lain.
  3. Saling ketergantungan dari pihak yang satu ke pihak yang lain.
  4. Keterpisahan, untuk memungkinkan guru dan murid menumbuhkan dan mengembangkan keunikan, kreativitas, dan individualitas masing-masing.
  5. Pemenuhan kebutuhan bersama, sehingga tidak ada satu pihak yang dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan pihak yang lain.

2. Usaha Mengembangkan Iklim Kelas

Mengembangkan iklim kelas memiliki arti manata ulang kondisi kelas yang kurang kondusif. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui modifikasi perilaku siswa. Modifikasi perilaku siswa berarti memperbaiki cara berpikir, gaya mengekspresikan perasaan dan cara mewujudkan perilaku siswa, terutama berkenaan dengan cara merespons masalah dan teknik pemecahan masalah yang lebih permanen.

F. Masalah Pengelolaan Kelas

Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan kelas bisa bersumber dari dua faktor/komponen utama, yaitu dari faktor siswa dan guru. Permasalahan yang bersumber dari diri siswa seperti:

  1. Kurangnya kesatuan antar siswa, karena perbedaan gender, rasa tidak senang, persaingan yang tidak sehat.
  2. Tidak ada standar perilaku kolektif.
  3. Terkadang timbul reaksi negative atas peristiwa yang terjadi di kelas.
  4. Kelas mentolelir kekeliruan/kesalahan.
  5. Keterlambatan beradaptasi dengan lingkungan kelas yang berubah.

Sedangkan yang bersumber dari guru misalnya;

  1. Pikiran guru yang sedang kalut/banyak masalah.
  2. Banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan guru dalam waktu yang bersamaan.
  3. Daya introspeksi yang lemah terhadap penampilan fisik, gaya mengajar, dan pengendalian emosi.
  4. Dalam diri guru terdapat penghalang-penghalang dalam melakukan komunikasi dengan anak.

Khusus masalah yang keempat yang bersumber dari guru, yaitu adanya penghalang-penghalang dalam berkomunikasi dengan anak di kelas, penghalang-penghalang tersebut dalam pandangan Thomas Gordon (1997: 77-85) ada 12 macam, antara lain:

a. Memerintah, Menuntut, Mengatur.

Pesan-pesan seperti ini menyatakan pada murid bahwa perasaannya, kebutuhannya, atau masalahnya tidaklah penting, yang penting murid harus menurut dengan kebutuhan dan perasaan gurunya. Misalnya: “saya tak peduli kalau kau haus, duduk dan tetap di situ sampai kau disuruh pergi.” Dengan kekuasaan guru menciptakan suasana atau perasaan takut. Murid menemukan adanya ancaman akan dihukum oleh orang yang lebih besar dan kuat daripada dirinya. Guru tidak mempercayai kemampuan dan pertimbangan murid. Hal tersebut membuat murid kecewa atau marah, bahkan mungkin menampakkan permusuhan, melakukan balas dendam kepada guru, melampiaskan kejengkelannya, dan lain sebagainya.

b. Memperingatkan, Mengancam

Guru memberikan peringatan dan ancaman yang membuat murid tunduk dan takut. Peringatan dan ancaman terkadang menimbulkan permusuhan di pihak murid. Lebih jauh lagi terkadang murid tergoda untuk melakukan sesuatu yang baru saja dilarang oleh gurunya hanya untuk membuktikan apakah yang diancamkan oleh gurunya benar-benar akan dilakukan.

c. Memoralisasi, Mengkhotbahi, Memberi Keharusan

Penghalang ini mengharuskan murid memikul beban kekuasaan, tugas dan keharusan-keharusan yang berasal dari luar. Guru terus-menerus menceramahi murid tentang ini dan itu, seakan-akan murid tidak tahu dan tidak mau tunduk dan taat.

d. Menasehati, Menawarkan Pemecahan Masalah dan Saran

Menasehati, menawarkan pemecahan atau saran menimbulkan perasaan pada murid bahwa dirinya tak dipahami keberadaannya oleh guru. Guru tidak percaya akan kemampuan murid dalam memecahkan persoalan. Murid dibiarkan tidak mandiri.

e. Menggurui, Menceramahi, Memberi Argumentasi Logis

Murid yang mengalami masalah mungkin akan menanggapi cara menggurui dari gurunya dengan perasaan rendah diri, merasa sebagai orang bawahan, dan tidak mampu. Pemberian logika dan fakta seringkali menimbulkan penolakan dan kemarahan pada pihak murid sebab hal ini sama halnya menyiratkan bahwa murid berpikir tidak logis dan tidak mengerti.

f. Menghakimi, Mengkritik, Tidak Menyetujui, Menyalahkan

Keempat hal tersebut membuat murid merasa rendah diri, merasa bodoh, tidak mampu, tidak berguna, dan jelek.

g. Memuji, Menyetujui, Memberi Evaluasi Positif

Memberi pujian tidak selalu menguntungkan murid bahwa sering membawa pengaruh negatif. Evaluasi positif yang tidak cocok dengan gambaran diri murid bisa menimbulkan kemarahan. Murid mengartikan evaluasi positif itu sebagai usaha untuk mempermainkan mereka, suatu cara halus agar murid berbuat sesuai dengan apa yang diinginkan guru. Pujian juga sering membuat murid malu bila diberikan di tempat umum. Murid akan biasa tergantung pada pujian, bahkan mendapatkan pujian. Di satu sisi pujian pun membuat murid yang lain iri.

h. Mengata-ngatai, Menstereotifkan, Menghina

Hal tersebut adalah bentuk-bentuk evaluasi dan kritikan negatif, dan dengan demikian juga mengandung efek merusak terhadap citra diri murid.

i. Menginterpretasi, Menganalisis, Mendiagnosis

Dengan berbuat seperti di atas, murid beranggapan bahwa gurunya merasa paling bijaksana, paling tahu pikiran dan perasaan murid. Bila analisis guru tepat, murid akan merasa diekspos, ditelanjangi, dan dipermalukan. Bila analisisnya keliru, murid akan menjadi marah karena sudah dituduh tidak benar.

j. Menenangkan, Memberi Simpati, Menenteramkan, Memberi Dukungan

Guru menenangkan dan menghibur murid sebab guru merasa tidak nyaman dengan perasaan-perasaan negatif yang dimiliki murid pada saat mempunyai masalah. Pada situasi seperti ini sering diartikan bahwa guru ingin murid membuang perasaan yang dirasakan murid. Murid melihat usaha-usaha guru sebagai usaha mengubah dia dan murid tidak mempercayai gruunya lagi. Perasaan simpati yang sering digunakan untuk mengurangi perasaan-perasaan negatif murid akan menghentikan komunikasi, sebab murid merasa bahwa gurunya menghendaki murid tidak berperasaaan seperti yang mereka rasakan.

k. Menanyai, Menjajagi, Menginterogasi, Memeriksa Ulang

Mengajukan pertanyaan kepada murid di saat murid tengah bermasalah dapat diartikan sebagai ketidakpercayaan, curiga, atau ragu terhadap murid. Terkadang murid menganggap pertanyaan guru sepertinya menjebak. Jika guru bertanya, ditanggapi murid bahwa guru tidak berusaha untuk memberi kepercayaan kepadanya untuk memecahkan sendiri.

l. Menarik Diri, Mengganggu, Sinis, Melucu, Mengalihkan Perhatian

Sikap-sikap tersebut dapat mengkomunikasikan kepada murid bahwa guru tidak tertarik kepadanya, tidak menghormati perasaan murid, atau bahkan menolak murid. Murid biasanya serius dan benar-benar ingin membicrakan masalahnya. Menjawab murid dengan cara melucu, mengejek , sinis, meledek, dapat melukai perasaan, membuat murid merasa ditolak, dan terhina.

Dalam upaya mencegah timbulnya penghalang-penghalang di atas, Thomas Gordon 91997: 85-86) berikutnya memberikan empat (4) resep jitu, yakni:

a. Mendengar Pasif

Biarkan murid berbicara sebebas-bebasnya, meluapkan permasalahan yang dimilikinya sampai tuntas, guru tidak memotong pembicaraaannya, dengarkan keluhan dan masalah mereka, sambil mendengarkan guru mengkaji dan mengevaluasi permasalahan yang dihadapi murid.

b. Respon Pengakuan

Cara ini sedikit lebih baik dari cara pertama. Respon seperti ini menunjukkan adanya empati dan menyiratkan bahwa guru paling tidak sedang sadar dan memberi perhatian. Juga memudahkan komunikasi dengan murid meskipun tingkatannya rendah. Terdapat penerimaan dari pihak guru.

c. Kunci Pembuka, Ajakan untuk Bicara

Cara ini sangat efektif untuk menunjukkan bahwa guru ingin mendengarkan dan mau menyediakan waktu sebagai konselor murid. Cara ini dapat menolong murid yang mengalami kesulitan bicara atau tidak dapat bersuara saat ia tengah berbagi masalah.

d. Mendengar Aktif (Umpan Balik)

Dengan cara ini guru membuat murid merasa ide dan perasaannya dihargai, dimengerti, dan diterima. Cara ini bisa menumbuhkan komunikasi yang lebih jauh lagi, dan mencairkan perasaan serta memberi kesempatan untuk saling berbagi, mengajarkan kepada mereka bahwa perasaan adalah teman. Cara ini memudahkan identifikasi masalah-masalah sebenarnya. Memungkinkan langkah awal pemecahan masalah tetap berjalan, tetapi tetap memberikan tanggung jawab kepada murid sebagai pemecah masalahnya sendiri. Hubungan guru-murid menjadi berlandaskan pada saling pengertian, saling menghormati, dan saling memperhatikan.

G. Pengaturan Ruangan Kelas

Ruangan kelas merupakan salah satu tempat berlangsungnya pembelajaran, sehingga siswa dapat tumbuh dan berkembang, baik aspek fisiknya, mentalnya, intelektualnya, perasaan, maupun keterampilan yang lainnya. Oleh karena itu guru harus menata dan mengatur kelas sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan yang mencerminkan sebuah taman yang indah, damai, tenang, aman, dan menyenangkan bagi seluruh siswa untuk melakukan kegiatan belajar. dengan penataan ruangan kelas yang baik akan sangat mendukung terciptanya iklim atau suasana belajar mengajar yang kondusif.

Hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam menata kelas antara lain:

  1. Kerapihan, kebersihan, kenyamanan, dan tidak lembab.
  2. Cukup cahaya matahari untuk meneranginya.
  3. Sirkulasi udara lancar.
  4. Jumlah perabot cukup dan terawat dengan baik.
  5. Susunan meja dan kursi tertata rapid an dapat dibah sewaktu-waktu.
  6. Pada waktu mengikuti pembelajaran, siswa tidak harus selalu duduk di kursi, tetapi juga duduk di atas tikar/karpet.
  7. Penyediaan alat peraga atau media yang cukup dan disesuaikan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.
  8. Susunan meja dan kursi memungkinkan siswa untuk dapat bergerak dengan tenang dan nyaman.
  9. Jumlah siswa tiap kelas tidak melebihi kuota.

Guru juga perlu memperhatikan perabot-perabot yang biasanya ada dalam ruangan kelas, antara lain:

  1. Papan tulis berikut alat pendukungnya.
  2. Meja, kursi, dan lemari guru.
  3. Jam dinding.
  4. Papan absensi siswa.
  5. Lambang Negara, photo presiden dan wakilnya.

TEKNIK MENDAPATKAN UMPAN BALIK

Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi yang terjadi antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan. Suatu tujuan pembelajaran akan terjadi karena usaha guru sering dinamakan instructional effect, biasanya berupa pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan tujuan yang merupakan pengiring karena usaha atau potensi siswa, seperti faktor kecerdasan, berpikir kritis, dan kreatif, disebut nurturent effect. Kegiatan dua pihak tersebut memberikan umpan balik (feed back), baik bagi guru maupun bagi siswa. Umpan balik yang diberikan oleh anak didik selama pelajaran berlangsung ternyata sangat beragam, baik kualitas maupun kuantitasnya tergantung dari rangsangan yang diberikan oleh guru.

Segala potensi yang dimiliki anak, baik secara individual maupun kelompok, perbedaan latar belakang sosio-kultural, cara belajar, dan pengetahuan awal, merupakan informasi yang dapat memberikan umpan balik bagi guru. Jadi pengalaman anak mengenai bahan pelajaran yang telah diberikan bias dijadikan sebagai bahan apresiasi bagi guru untuk menghubungkan materi berikutnya dan dijadikan alat memotivasi anak untuk memperhatikan bahan lanjutan. Maka usaha demikian merupakan teknik untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik dalam pembelajaran. Untuk mendapatkan umpan balik secara sempurna, maka guru dapat melakukan beberapa teknik antara lain:

1. Menggunakan alat bantu yang tepat

Alat ini berfungsi untuk melengkapi kekurangan guru yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam menjelaskan bahan ajar yang disebabkan karakteristik materi, kebiasaan guru dan cara belajar anak didik. Guru yang menyadari kelemahan dirinya dalam menjelaskan isi dari bahan pelajaran yang disampaikan sebaiknya memanfaatkan alat Bantu untuk memperjelas isi dari bahan yang menyangkut fakta, konsep, atau prinsip yang kurang dapat dijelaskan lewat kata-kata atau kalimat dalam metode ceramah. Dengan begitu, kelemahan metode ceramah dapat diatasi oleh penggunaan alat Bantu yang cocok untuk mengkonkritkan masalah rumit dan kompleks menjadi seolah-olah sederhana.

2. Memilih bentuk motivasi yang baik

Motivasi merupakan kekuatan yang maha dahsyat dalam diri manusia. Jadi, persoalan prestasi belajar pun seringkali merupakan persoalan motivasi. Menurut Bobbi dePorter, dkk. (2000: 10), terdapat beberapa cara untuk menumbuhkan budaya belajar berprestasi, dikumpulkan ke dalam sebuah rumus atau singkatan TANDUR, yakni:

a. Tumbuhkan. Tumbuhkan minat dengan memuaskan. Apa manfaatnya bagiku dan manfaatkan kehidupan siswa.

b. Alami. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua siswa.

c. Namai. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi dalam setiap kegaiatan pembelajaran.

d. Demonstrasikan. Sediakan kesempatan bagi anak didik untuk menunjukkan bahwa mereka tahu, jangan biarkan anak menjadi pendengar yang pasif.

e. Ulangi. Tunjukkan pada anak didik cara-cara mengulang materi dan tegaskan bahwa mereka adalah siswa-siswa yang cerdas, jangan dikecam. Sebab kecaman guru merupakan proses pembodohan yang terjadi secara disengaja.

f. Rayakan. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Guru jangan kikir dengan pujian pada anak didik.