THE LIGHT OF AL-QUR'AN

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

MY SCHOOL LAST TIME

MY PHOTOS

Sabtu, 22 November 2008

PENGUMUMAN BAGI SISWA SMA AL-MUTTAQIN YANG TIDAK MENGERJAKAN/MENGUMPULKAN TUGAS RAMADHAN 1429 H

"VERSI INDONESIA"
ANDA HARUS:
  • Membuat Blog/Web Blog milik Anda sendiri.
  • Dalam blog tersebut tulis satu artikel dengan tema tentang Ramadhan. Adapun judulnya bebas, asalkan berkaitan dengan tema di atas. Artikel itu murni karya Anda, satu spasi, minimal 1500 karakter/huruf. Cantumkan referensi/sumber pustakanya.
  • Kirimkan alamat blog Anda lewat e-mail ke: ilam_maolani@plasa.com
  • Penyelesaian tugas di atas maksimal sampai hari Sabtu, tanggal 6 Desember 2008.

"VERSI INGGRIS"

YOU HAVE TO:

  • Make personal blog.
  • Write an article in your blog, with the theme "Ramadhan". Its title is free, but it has to be in accordance with the theme above. It is your work, one spacion, minimally 1500 characters. Write its reference.
  • Send your blog address to: ilam_maolani@plasa.com
  • Maximally, the task must be finished on Saturday, December 6, 2008.

Minggu, 16 November 2008

Misteri Tanda Syahid Amrozi Cs Terkuak (Photo-Photonya dapat Dilihat di: Muslimdaily.net)

Tiada kata yang terucap melainkan kalimat takbir, Allahu Akbar, atas kondisi jenasah ketiga syuhada Bali. Betapa tidak, ketiga syuhada tersebut sangat jelas menampakkan tanda-tanda sebagai syahid seperti yang biasa ditemui di kancah peperangan, meski mereka 'tidak sedang berperang' melawan musuh Islam.


Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya Kantor Berita Islam Muslimdaily.net mendapat ijin dari pihak keluarga, yang diwakili oleh Bp. Ali Fauzi, untuk mempublikasikan photo dua mujahid Bali yakni Amrozi dan Ust. Mukhlas. Bp Ali Fauzi berpesan agar photo ini disebarluaskan untuk memberikan bukti nyata atas misteri dan polemik yang terjadi ke atas Mujahid Bali, terutama Syuhada Tenggulun, terkait status mereka, apakah mati syahid atau tidak. Disamping itu memberikan hikmah nyata kepada seluruh kaum Muslimin bahwa perjuangan Islam yang mereka lakukan benar-benar ikhlas untuk tingginya kalimat Allah, dan bukan sekedar untuk aksi pamer.

Sebagaimana syuhada yang gugur dalam medan jihad, photo kedua syuhada Tenggulun terlihat tersenyum dengan barisan gigi yang terlihat rapi. Apalagi yang terjadi dengan Amrozi. Senyuman khas "The Smiling Bomber" yang seiring dengan kedua mata yang terbuka, terlihat seakan-akan bertemu dengan sesuatu yang membuat kagum. Mungkin sepasang bidadari yang menyambut ramah.

Kondisi tak jauh berbeda terjadi dengan jenasah Ust. Mukhlas. Ulama yang jago berorasi ini memperlihatkan senyuman dengan mata yang juga terbuka. Wajah bersih pun menjadi pertanda yang lain. Wajah bersih yang juga dimiliki oleh sang "Mujahid Hacker," Imam Samudera alias Abdul Azis. Imam memperlihatkan wajah tampan dan bersih, persis dengan kondisi Ust. Mukhlas.

Disamping analisis photo ketiga Mujahid Bali tersebut, keterangan dari lapangan makin memperkuat bukti bahwa ketiga pelaku aksi jihad tersebut adalah para Mujahidin, mereka telah memiliki niat yang tulus dan menemui kematian sebagai seorang syuhada. Berikut adalah bukti dan persaksian dari lapangan.

  1. Salah satu pelayat yang kebetulan ikut hadir di kediaman Hj. Tariyem adalah Ust. Abdul Rachim Ba'asyir. Menyaksikan bahwa ketika keranda jenasah masuk dan kain penutup keranda dibuka, sontak tercium bau wangi yang menyebar ke seluruh ruangan. Kejadian ini sempat membuat keheranan para pelayat, karena didalam ruangan yang sempit tersebut udara sangat pengap dan pengunjung berjubel dalam satu ruangan. Bila merupakan wangi dari minyak wangi, tak akan mampu mengalahkan bau badan para pengunjung dan tidak akan dapat memberikan aroma dengan kadar wangi yang sama." Allahu Akbar. Itu bukan bau minyak wangi. Bukan. Tapi bau wangi dari asy syahid," kata beliau.
  2. Selain itu, masih menurut Ust, Abdul Rachim, ketika kain penutup wajah dari Ust. Mukhlas di buka, terlihat jelas bulir-bulir keringat menempel di bagian muka. Kondisi yang sama yang terjadi dengan mereka yang masih hidup dan dalam kondisi kegerahan. Seakan Ust. Mukhlas merasakan kegerahan yang sama yang dengan kegerahan yang dialami oleh para pelayat beliau.
  3. Sebagaimana dilansir oleh beberapa media nasional, seperti detik.com, nampak jelas terlihat fenomena datangnya tiga burung hitam di atas kediaman syuhada. Ketiga burung ini jelas bukan burung Gagak seperti yang banyak diberitakan di media, karena memiliki leher yang panjang. Mereka datang begitu saja berputar-putar selama kurang lebih tujuh menit, dan kemudian pergi berpencar. Dua burung hitam terbang ke arah Timur, mereka merepresentasikan diterimanya amalan jihad Ust Mukhlas dan Amrozi, dan satu burung hitam terbang ke Barat, sebagai pertanda syahid atas diri 'Mujahid Hacker' Imam Samudera. Fenomena datangnya burung hitam ini sempat membuat suasana haru dengan teriakan takbir para pelayat.
  4. Seperti penuturan adik kandung Imam Samudera, Lulu Jamaludin, kakaknya menampakkan keanehan ketika akan dimasukkan dalam liang lahat. Bau wangi juga tercium dari jenasah Imam. Selain itu luka bekas tembakan peluru tajam terus menerus mengalirkan darah segar. Aliran darah ini keluar seperti yang terjadi dengan seseorang yang masih hidup ketika terluka. Masih menurut Lulu juga, wajah kakaknya lebih bersih dan tampan dari biasanya.
  5. Kabar terakhir baru saja diterima oleh salah satu kru muslimdaily.net. Beberapa hari yang lalu, tepatnya tiga hari setelah pemakaman Amrozi dan Ust. Mukhlas, keluarga Hj. Tariyem meminta beberapa orang untuk menjaga makam. Hal ini dilakukan untuk menghindari dan menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Beberapa diantara mereka yang ikut jaga adalah Sumarno, Baror, Rosyidin, Mashudi dan beberapa santri pondok Al Islam Tenggulun Lamongan. Mereka mengatakan mencium bau wangi keluar dari dalam kubur (makam). Bau wangi yang sama saat mereka pertama kali membuka kain penutup jenasah syuhada. Namun, bau wangi ini bukan seperti bau dari minyak wangi yang biasa mereka pakai atau dipakai oleh orang kebanyakan.


Jelas sudah keterangan yang diberikan Allah s.w.t. lewat kebesaran-Nya. Meski banyak pihak yang membantah, memberikan suara sumbang, dan menggalang opini massa untuk memojokkan status para Mujahid Bali, serta membuat makar melalui kaki tangan aparat pemerintah, namun Allah berkehendak lain.
Dan siapakah sebaik-baik pembuat makar ? (far/MD)

Minggu, 09 November 2008

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN YANG BERMUTU
(Laporan Liputan Pendidikan dari “Acara Dialog Publik Pendidikan, dengan Tema: Meningkatkan Mutu Pendidikan untuk Membangun Umat dan Bangsa yang Berperadaban”)

Bertempat di Gedung Muhammadiyah Al-Manar Kota Tasikmalaya, Jl. K.H. Zainal Mustofa No. 278, pada Hari Sabtu tanggal 8 Nopember 2008, pukul 09 – 12.00 WIB, Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Tasikmalaya menyelenggarakan acara Launching Kajian Keilmuan dan Kebijakan Publik, diawali oleh kajian yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu berupa DIALOG PUBLIK PENDIDIKAN, MENGAMBIL TEMA: “MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN UNTUK MEMBANGUN UMAT DAN BANGSA YANG BERPERADABAN”. Acara yang di-launching-kan oleh Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tasikmalaya, Iip Samsul Arif, MN itu dihadiri oleh 250 peserta, yang sebagian besar adalah Angkatan Muda Muhammadiyah, Guru-Guru, Kepala Sekolah, dan Utusan Mahasiswa STAI Muhammadiyah dan Stikes Muhammadiyah Tasikmalaya. Setelah dilaunchingkan, kegiatan dilanjutkan dengan Dialog Publik Pendidikan. Narasumber pada dialog tersebut adalah:
1. Dr. Amirsyah, T (Staf Ahli DPR RI).
2. Drs. H. Endang Suherman, M.Pd. (Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya).
3. Drs. H. T. Supriady (Ketua Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Tasikmalaya).

Dr. Amirsyah, T. menyajikan presentasinya berjudul Kebijakan Meningkatkan Mutu Pendidikan: Membangun Umat dan Bangsa yang Berperadaban. Sedangkan Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Drs. H. Endang Suherman, M.Pd. mempresentasikan makalahnya dengan judul: Mutu Pendidikan untuk Membangun Umat dan Bangsa yang Beradab. Adapun Ketua Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Tasikmalaya, Drs. H. T. Supriady menguraikan tentang Peningkatan Mutu Pendidikan di Lembaga Pendidikan Muhammadiyah.

Dalam pandangan Dr. Amirsyah, T, kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional merupakan suatu keniscayaan dalam upaya menghindari kesenjangan mutu pendidikan di berbagai daerah. Kebijakan itu oleh pemerintah belum sepenuhnya dapat diimplementasikan guna mewujudkan umat dan bangsa yang yang beradab. Sebagai contoh adalah kebijakan anggaran pendidikan 20% yang belum dipenuhi dalam APBN. Akibatnya muncul contoh kasus sejumlah sarana pendidikan yang roboh karena pembangunannya tidak mempunyai kontrol terhadap mutu bangunan (quality control). Kasus terakhir adalah di SD Pasundan Kota Bandung baru sekitar 6 bulan dibangun telah roboh dan menimpa siswa. Sungguh memperihatinkan.

Saat ini, kata lulusan S-3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Selama 3 dasawarsa kebijakan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan masih setengah hati. Dua faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yang dominan adalah faktor lemahnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan rendahnya alokasi dana, termasuk penggunaan dana yang tidak tepat sasaran atau penyalahgunaan dana. Untuk itu ke depan kebijakan yang mendesak ialah meningkatkan mutu pendidikan dengan cara memenuhi amanat konstitusi, biaya pendidikan 20% sejalan dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM).

Menyoroti tentang ketidakjelasan arah 20% anggaran pendidikan, menurut Doktor kelahiran Asahan SUMUT yang saat ini juga menjabat sebagai Sekretaris MUI Pusat ini, perlu solusi atas sistem anggaran yang bisa dijadikan alasan kuat mengapa anggaran 20% harus segera direalisasi. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu dikaji bersama, antara lain:
1. Masalah alokasi pembiayaan (unit cost) bagi operasional unit-unit pendidikan, termasuk rehabilitasi infrastruktur pendidikan yang rusak.
2. Penguatan kapasitas. Sekolah diberi otonomi, termasuk otonomi dalam pengelolaan dana, khususnya yang terkait dengan operasionalisasi sekolah. Peranan tradisional birokrasi pendidikan yang ikut serta mengelola dan mendistribusikan dana bagi sekolah harus ditinggalkan. Tujuannya untuk menghindari alih fungsi birokrasi pendidikan di setiap daerah sebagai pemburu rente. Dinas-dinas pendidikan lebih difungsikan untuk mengawasi penggunaan dana dan mendorong peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar.
3. Revisi peraturan. Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang mengharuskan pemerintah mengalokasikan dana 20% bagi pendidikan harus dikawal dengan merevisi peraturan yang masih memberikan celah pungutan di masyarakat. Misalnya Surat Keputusan Mendiknas No. 044/U/2002 tentang Komite Sekolah dan Peraturan Daerah (Perda) yang mengadopsinya. Revisi ini penting dilakukan mengingat banyak penyimpangan yang berkaitan dengan eksploitasi dana masyarakat akibat berlindung di balik pasal-pasal peratutan tentang komite sekolah tersebut. Jika revisi ini tidak dilakukan, kita tidak akan tahu seberapa efektif anggaran pendidikan kita. Sederhananya, sebesar apapun anggaran pendidikan, selama komite sekolah diberi ruang untuk mengambil dana, masyarakat tetap akan terbebani.
4. Perluasan partisipasi. Bukan hanya komite sekolah tapi masyarakat secara keseluruhan sebagai konsumen pendidikan memiliki hak ikut serta secara langsung melakukan pengawasan.

Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Drs. H. Endang Suherman, M.Pd., menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan ini, sebagai contoh: di Diknas Pusat ada Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, di tingkat daerah ada Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan, mengadakan pelatihan-pelatihan, workshop, seminar, perbaikan infrastruktur, program-program rehabilitasi sekolah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), dan lain-lain.

Dalam pandangan Pak Endang, suatu lembaga pendidikan dapat tetap eksis jika lembaga tersebut bermutu, sebab core persaingan antara organisasi, lembaga, individu, bahkan Negara, adalah mutu. Jadi tidak heran jika dihadapkan pada dua pilihan antara mutu atau mati. Di sebuh sekolah, minimal ada lima (5) faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, yaitu:
1. Kepala Sekolah
2. Penetapan dan pengembangan standar.
3. Penciptaan suasana belajar yang baik dan menyenangkan.
4. Guru dalam mutu proses.
5. Pengendalian, penilaian, dan koreksi.

Jaminan kualitas program dan layanan pendidikan di suatu sekolah dapat diukur melalui: standar, kompetensi, dan pengendalian. Pengendalian mutu pendidikan dilakukan dengan menggunakan manajemen kualitas secara total (Total Quality Management/TQM), yang komponen dasar pengendaliannya adalah: input, transformasi/proses, output, dan nilai bagi stakeholders.

Akhirnya, ketiga narasumber sepakat bahwa kerjasama yang baik dan saling mendukung diantara pemerintah, masyarakat, dan orangtualah yang akan menghasilkan kualitas pendidikan yang baik sesuai dengan kebutuhan.







Minggu, 02 November 2008

RUU PORNOGRAFI YANG SUDAH DISAHKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk
gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi
lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka
umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai
kesusilaan dalam masyarakat.

2.Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh
orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel,
televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik
lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.

3.Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

4.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

5.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan
terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum,
nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.

Pasal 3
Pengaturan pornografi bertujuan:

a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang
beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;

b.memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

c.memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari
pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan

d.mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di
masyarakat.

BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:

e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

f.kekerasan seksual;

g.masturbasi atau onani;

h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau

i.alat kelamin.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan;

b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan
seksual.

Pasal 5
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan,
memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

Pasal 7
Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi
objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang
mengandung muatan pornografi.

Pasal 10
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam
pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi
seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Pasal 11
Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau
Pasal 10.

Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan,
menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa
pornografi.

Pasal 13
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan
perundang-undangan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

Pasal 14
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat
dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.

Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan
pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
PERLINDUNGAN ANAK

Pasal 16
Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan
mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

Pasal 17
1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan,
keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan,
serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang
menjadi korban atau pelaku pornografi.

2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial,
kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PENCEGAHAN

Bagian Kesatu
Peran Pemerintah

Pasal 18
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 19
Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah
berwenang:
a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi
atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan
pornografi; dan

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam
maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan
penggunaan pornografi.

Pasal 20
Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,
Pemerintah Daerah berwenang:

a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi
atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di
wilayahnya;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan
pornografi di wilayahnya;

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan
pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d.mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka
pencegahan pornografi di wilayahnya.

Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat

Pasal 21
Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap
pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 22
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat
dilakukan dengan cara:

a.melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini;

b.melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;

c.melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pornografi; dan

d.melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak pornografi.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 23
Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.

BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN,
DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 24
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap
pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum
Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 25
Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum
Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi
tetapi tidak terbatas pada:

a.barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk cetakan atau bukan
cetakan, baik elektronik, optik, atau bentuk penyimpanan data lainnya; dan

b.data yang tersimpan dalam jaringan internet dan saluran komunikasi lainnya.

Pasal 26
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses,
memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam fail
komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data
elektronik lainnya.

(2) Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data, penyimpan data, atau penyedia
jasa layanan elektronik berkewajiban menyerahkan dan/atau membuka data
elektronik yang diminta penyidik.

(3) Pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik setelah
menyerahkan dan/atau membuka data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berhak menerima tanda terima penyerahan atau berita acara pembukaan data
elektronik dari penyidik.

Pasal 27
Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data, penyimpan
data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data tersebut didapatkan.

Pasal 28
(1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa
dilampirkan dalam berkas perkara.

(2) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa
dapat dimusnahkan atau dihapus.

(3) Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan
dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan
sumpah jabatan, baik isi maupun informasi data elektronik yang dimusnahkan atau
dihapus.

BAB VI
PEMUSNAHAN

Pasal 29
(1) Pemusnahan dilakukan terhadap produk pornografi hasil perampasan.

(2) Pemusnahan produk pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a.nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan pornografi;
b.nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;
c.hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan
d.keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 30
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).

Pasal 31
Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 32
Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 33
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki,
atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana
dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 34
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh
miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi
objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 36
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang
mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas)
tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 37
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan
atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual,
persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 38
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal
35, Pasal 36, dan Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman
pidananya.

Pasal 39
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan,
menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa
pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda
paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu
korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi
dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana
tersebut dilakukan oleh orang‑orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun
berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik
sendiri maupun bersama‑sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi agar pengurus korporasi
menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi
supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada
pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda
dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang
ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi
dapat dikenakan pidana tambahan berupa:
a.pembekuan izin usaha;
b.pencabutan izin usaha;
c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan/atau
d.pencabutan status badan hukum.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan
setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan
kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.

Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

PENJELASAN:

Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “persenggamaan yang menyimpang” antara lain
persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat dan binatang, oral
seks, anal seks, lesbian, homoseksual.

Huruf b
Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan yang
didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan
paksaan, pemerkosaan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “mengesankan ketelanjangan” adalah penampakan
tubuh dengan menunjukkan ketelanjangan yang menggunakan penutup tubuh yang
tembus pandang.

Pasal 5
Yang dimaksud dengan “mengunduh” adalah mengalihkan atau
mengambil fail (file) dari sistem teknologi informasi dan komunikasi.

Pasal 6
Yang dimaksud dengan “yang diberi kewenangan oleh
perundang-undangan” misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor
film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga
pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan
sarana pendidikan lainnya.

Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau
menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di tempat
atau lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga dimaksud.

Pasal 10
Yang dimaksud dengan “mempertontonkan diri” adalah perbuatan yang
dilakukan atas inisiatif dirinya atau inisiatif orang lain dengan kemauan dan
persetujuan dirinya. Yang dimaksud dengan “pornografi lainnya” antara
lain kekerasan seksual, masturbasi atau onani.

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pembuatan” termasuk memproduksi, membuat,
memperbanyak, atau menggandakan.

Yang dimaksud dengan “penyebarluasan” termasuk menyebarluaskan,
menyiarkan, mengunduh, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan,
menyewakan, meminjamkan, atau menyediakan.

Yang dimaksud dengan “penggunaan” termasuk memperdengarkan,
mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan.

Frasa “selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)” dalam
ketentuan ini misalnya majalah yang memuat model berpakaian bikini, baju
renang, pakaian olahraga pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “di tempat dan dengan cara khusus” misalnya
penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak
menampilkan atau menggambarkan pornografi.

Pasal 14
Yang dimaksud dengan “materi seksualitas” adalah materi yang
tidak mengandung unsur yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau tidak
melanggar kesusilaan dalam masyarakat, misalnya patung telanjang yang
menggambarkan lingga dan yoni.

Pasal 16
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi
terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan
terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Perlindungan Anak.

Pasal 19
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah
pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah
pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi. (nrl/nrl)