THE LIGHT OF AL-QUR'AN

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

MY SCHOOL LAST TIME

MY PHOTOS

Selasa, 04 Maret 2008

DIMANA DAN KEMANA KETELADANAN ITU?


Keteladanan adalah kata yang paling mahal dan langka di negeri ini. Dikatakan mahal karena memang orang seakan-akan enggan “membelinya” (menampilkannya). Disebut langka sebab jarang sekali orang memperlihatkan keteladanan. Berat rasanya manusia untuk menunjukkan keteladanan. Betapa banyak manusia yang seharusnya menjadi contoh teladan, tapi buktinya justru ia sendiri tidak memberikan contoh. Betapa banyak orang yang ditakdirkan Tuhan untuk menjabat sebagai pemimpin, tapi mereka justru tidak menunjukkan keteladanan. Betapa banyak mereka menduduki kursi “kekuasaan”, tapi mereka tidak ingat dan tidak memperdulikan kepada rakyat yang mengangkatnya untuk duduk di kursi tersebut. Betapa banyak orang berkoar-koar tentang pentingnya meningkatkan kualitas sebuah perusahaan, kantor, instansi, sekolah, lembaga, dan lain-lain, akan tetapi justru yang berkoar-koar itulah yang tidak memberikan contoh teladan yang baik pada orang lain.

Fakta menunjukkan, betapa banyak orangtua yang menyuruh anaknya untuk beribadah misalnya, tapi justru orangtua sendirilah yang tidak melakukan peribadatan. Betapa orangtua yang seharusnya menjadi contoh teladan bagi anaknya, malahan orangtua sendiri yang tidak memberikan contoh. Mereka menyuruh anaknya untuk memakai jilbab, mereka sendiri tidak memakai jilbab. Melarang anaknya terjerumus narkoba, mereka sendiri yang justru terjerumus. Ngeri dan sedih rasanya melihat penampilan orangtua sekarang, terutama dari segi pakaian. Budaya Yahudi dan Nasrani telah merasuk ke sebagian besar umat negeri ini. Lihat saja, pakaian ketat, pusar keliat, aurat diumbar, memakai rok mini, pemandangan Sekwilda (seputar wilayah dada) sudah menjadi pandangan yang biasa-biasa sajaLihat pula tayangan televisi. Televisi sekarang sudah menjadi “hantu dan monster pembunuh karakter bangsa”. Tayangan yang mengumbar aurat, menarik syahwat, mengajak berbuat bejat, sudah dianggap lumrah. Pemerintah, ulama, para pejabat yang berwenang sudah tidak mampu lagi berusaha untuk membendungnya. Oh nasib-nasib, negeri ini kok seperti ini. Pantas mungkin Allah banyak memberikan bencana dan malapetaka kepada negeri ini, karena memang para pemangku jabatan dan rakyatnya sudah lupa pada Allah, sudah lupa pada identitas agamanya, sudah tidak memperdulikan sesama, iman telah hilang dari dada mereka, malu telah musnah dari perasaan mereka, hanya syetan dan iblis yang menguasai mereka.

Para pejabat menyuruh bawahan dan rakyatnya untuk tidak korupsi, eh..malahan ia sendiri melakukan korupsi. Sekian banyak orang yang paham akan agama di negeri ini, sekian banyak orang bergelar sarjana, doctor, professor, insinyur, dan lain-lain, tapi buktinya mereka melakukan kesewenang-wenangan, kedholiman, korupsi, kolusi, nepotisme. Sungguh perilaku mereka sangat tidak beradab dan biadab.

Contoh lain di lembaga sekolah. Bagaimana siswa mau berdisiplin kalau gurunya tidak berdisiplin. Bagaimana guru berdisiplin jika kepala sekolahnya tidak berdisiplin. Bagaimana kepala sekolah mau berdisiplin bila atasannya tidak berdisiplin. Wahai para kepala sekolah, para guru, dan para pendidik lainnya, tunjukkan kepada para siswa keteladanan yang baik, bersikaplah lemah lembut kepada mereka, berperilakulah yang sopan santun kepada mereka, tunjukkan bahwa kita adalah tokoh identifikasi siswa. Terapkan dalam setiap pembelajaran PRINSIP PAKIEM (Pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan). Mengapa engkau mengajar siswa dengan membosankan, menegangkan, dan menyepelekan kemampuan mereka? Mengapa engkau menerapkan system CBSA (Cul Budak Sina Anteng), sedangkan engkau sendiri ngobrol di kantor atau di kantin? Mengapa engkau biarkan siswa hanya DDCH (Duduk, Dengar, Catat, dan Hapal)? Mengapa engkau dengung-dengungkan kedisiplinan, tapi engkau sendiri tidak berdisiplin. Mengapa engkau kobarkan semangat memajukan kualitas, tapi engkau sendiri tidak menunjukan kualitas, datang telat, sikap ‘jahat’, muka ‘garang’, belajar menegangkan, tugas mendidik dikesampingkan, siswa hanya diberi tugas-tugas-dan tugas, anda sering merokok di kelas dan di sekolah, tidak sholat berjama’ah dengan siswa, pulang sebelum waktunya, uang siswa dikorup, keuangan sekolah digerogoti, pakaian guru putri seksi dan tidak Islami, dan sebagainya.

Dimanakah hati nuramimu sebagai seorang pendidik? Dimanakah hati nuranimu sebagai seorang tokoh teladan siswa? Dimanakah posisimu sebagai tokoh yang harus dijadikan “model”? Disimpan dimana dan kemanakah keteladanan itu engkau bawa?. Disimpan di celanakah? Disimpan di bajukah? Di lemarikah? Disimpan di otakkah? Dimana? Dimana? Dimana? Oh…betapa mahal dan langkanya keteladanan itu ! Kami rindu guru yang bermutu, kami rindu guru yang bisa digugu dan ditiru, kami rindu guru yang “tut wuri handayani, ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun karso”. Kami merindukan guru yang berjiwa pejuang, bukan guru yang patah arang, kami merindukan guru teladan, bukan guru yang edan, kami merindukan guru yang disiplin, bukan guru yang dholim. KAMI RINDU GURU YANG BETUL-BETUL BERJIWA GURU.

Firman Allah SWT telah nyata dan jelas menyatakan bahwa “ Dalam diri Rasul SAW terdapat contoh teladan yang baik bagimu”. Cukuplah Rasul SAW yang menjadi tokoh identifikasi hidup. Ia adalah satu-satunya idola kita umat Islam. He is the only idol for us.

PERAN KINERJA KEPALA DAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENJALANKAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Disebut kompleks karena sekolah sebagai organisasi yang didalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan menentukan. Sedangkan bersifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi yang lain. Ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia.


Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah dan komite sekolah dalam menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dan menentukan bagi perkembangan sekolah yang bersangkutan. Oleh karena itu, kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah (Wahjosumidjo, 2002: 81).

Keberhasilan kepala sekolah dan pengurus komite sekolah dalam mengelola sekolah dapat dilihat secara nyata dari kinerjanya. Castetter mengemukakan empat kriteria kinerja, yaitu personil, proses, hasil, dan kombinasi ketiganya. Dilihat dari karakteristik personil, kinerja meliputi kemampuan, keterampilan, kepribadian, dan motivasi untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik. Dilihat dari proses, kinerja yang efektif akan tercapai jika perilaku personil dapat menunjukkan kecocokan dengan standar kinerja yang telah ditentukan. Dilihat dari segi hasil, dapat menilai kinerja personil hendaknya dilihat dari hasil nyata yang dikerjakan oleh pegawai, baik dalam kualitas maupun dalam kuantitas.

Menurut Mitchell, seperti yang dikutip E. Mulyasa (2002: 125), ada beberapa kriteria kinerja kepala sekolah dan pengurus komite sekolah yang terlihat dalam area performance, yaitu: 1) kualitas kerja (quality of work), 2 ketepatan (promptness), 3) inisiatif (initiative), 4) kemampuan (capability), dan 5) komunikasi (communication). Sementara Steers menggunakan tiga faktor penting untuk menilai kinerja, yaitu: 1) kemampuan dan minat, 2) kejelasan penerimaan atas peranan, dan 3) tingkat motivasi pegawai.

Kinerja kepala sekolah dan pengurus komite sekolah berkorelasi dan berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah. Manajemen berbasis sekolah merupakan sarana atau wadah yang dapat mengantarkan kepala sekolah dan pengurus komite sekolah melalui kinerjanya mampu meningkatkan mutu sekolah yang menjadi tanggung jawabnya. Kepala sekolah dan pengurus komite sekolah mempunyai kebebasan dalam melakukan langkah-langkah sebagai pengejewantahan kinerjanya dalam mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah. Nanang Fatah (2003: 9) mengatakan:

Manajemen berbasis sekolah (MBS) sebagai terjemahan dari school based management, adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk meredesain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat. MBS merupakan sistem pengambilan keputusan dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan keputusan dan manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat lokal.

Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, penerapan manajemen berbasis sekolah di suatu sekolah dapat dilakukan melalui:

1) pengembangan visi sekolah,
2) evaluasi diri dalam rangka mengidentifikasi berbagai kebutuhan pengembangan,
3) identifikasi kebutuhan-kebutuhan pengembangan,
4) perumusan tujuan,
5) penyusunan program peningkatan,
6) implementasi program, dan
7) evaluasi diri untuk kepentingan peningkatan mutu berikutnya.


Implementasi manajemen berbasis sekolah di atas disertai dengan empat pilar penerapannya, yaitu peningkatan mutu, kemandirian, partisipasi, dan transparansi (Ibrahim Bafadal, 2003: 92). Implementasi MBS tersebut akan dirasakan efektif manakala indikator atau barometernya dapat dilihat secara nyata. Menurut E. Mulyasa (2002: 88), dari indikator efektifitas implementasi manajemen berbasis sekolah yang berjumlah 23 jenis, dapat disederhanakan menjadi sembilan (9) indikator/barometer efektifitas implementasi manajemen berbasis sekolah, yaitu: kualitas program, ketepatan penyusunan, kepuasan, keluwesan dan adaptasi, semangat kerja, motivasi, ketercpaian tujuan, ketepatan waktu, serta ketepatan pndayagunaan sarana, prasarana, dan sumber belajar dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.


Indikator efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah yang lebih terperinci beserta aspek-aspeknya dikemukakan oleh Udin S. Sa’ud, dkk. (2004: 45-49) sebagai berikut:

1. Kemandirian sekolah, yang meliputi: perencanaan program sekolah, pelaksanaan program sekolah, pengawasan program sekolah, dan pengambilan keputusan.

2. Transparansi dan akuntabilitas, terdiri dari: penerimaan sumber daya sekolah, pengalokasian sumber daya, pertanggungjawaban, .

3. Partisipasi masyarakat, yang meliputi: peranserta orangtua, peranserta komite sekolah, peranserta masyarakat luas.

4. Peningkatan kesejahteraan, terdiri dari: ketersediaan sistem penghargaan, pengembangan profesional guru/staf.

5. Peningkatan kualitas sekolah, terdiri dari: kualitas pembelajaran, hasil belajar siswa (output dan outcome), budaya sekolah.