THE LIGHT OF AL-QUR'AN

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

MY SCHOOL LAST TIME

MY PHOTOS

Sabtu, 01 Desember 2007

BELAJAR DARI KEMATIAN


Orang yang berada dalam photo di samping kanan boleh saja bergaya di depan kamera. Ia bebas mengekpresikan gerak-geriknya untuk di-shoot oleh kamera. Namun perlu disadari, kebebasan ia dalam berekspresi pada akhirnya akan berhenti seiring dengan datangnya sebuah peristiwa "dahsyat" yang menghentikan kehidupannya di dunia, yakni kematian.

Kematian adalah sebuah keniscayaan. Setiap orang pasti bakal mati. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 35:

كلّ نفسٍ ذائقةُ الموت ونبلوكمْ بالشر والخيرفتنةً وَإلينا ترجعوْنَ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”.

Kematian merupakan satu hal lumrah yang harus dijalani oleh setiap insan. Setiap manusia tidak diperkenankan untuk meminta dipercepat kematiannya atau diundurkan waktunya. Kalau Allah SWT sudah mentakdirkan seseorang mati, maka matilah ia. Firman Allah SWT dalam Surat Al-‘Araf ayat 34:

ولكل أمة أجل فإذا جاء أجلهم لايستأخرون ساعة ولايستقدمون

“Tiap-tiap umat mempunyai ajal, maka apabila telah datang ajalnya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya”.

Juga Firman-Nya dalam Surat Al-Mu’minun ayat 43:

ما تسبق من أمة أجلها وما يستأخرون

“Tidak (dapat) sesuatu umatpun mendahului ajalnya, dan tidak (dapat pula) mereka terlambat (dari ajalnya itu)”.

Minimal dua i’tibar atau hikmah peristiwa kematian, antara lain:

1. Mengingatkan Kita untuk Mempersiapkan Bekal Menjelang Kematian atau Menjelang Memasuki Dunia lain, yakni Akhirat.
Diceritakan, pada masa lalu penduduk Yaman tidak suka membawa bekal dalam perjalanan, termasuk perjalanan ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Mereka merasa cukup dengan tawakal kepada Allah. Namun, mereka ternyata menjadi telantar, lalu melakukan hal-hal yang tidak terpuji, seperti meminta-minta, mencuri, dan merampas. Lalu Allah SWT menurunkan ayat 197 dari Surat Al-Baqarah, yaitu:

وتزودوا فإن خير الزاد التقوى, واتقون يأول الألباب

“Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”.


Bekal yang dimaksud ayat di atas mengandung dua pengertian, yaitu bekal fisik material (bekal dunia) dan bekal mental spiritual (bekal akhirat). Ini karena perjalanan yang dilakukan oleh manusia juga ada dua macam, yaitu perjalanan di alam dunia dan perjalanan keluar dari alam dunia menuju negeri akhirat. Kedua perjalanan ini membutuhkan bekalnya sendiri-sendiri. Perjalanan di alam dunia membutuhkan bekal makanan, minuman, kendaraan, dan sejumlah uang, sedangkan perjalanan menuju akhirat membutuhkan bekal yang lain lagi, yaitu iman dan taqwa.

Oleh karena itu sebelum ajal kita sampai pada waktunya, alangkah lebih baik dan bijaksana setiap diri dari kita mempersiapkan dua hal terpenting yakni keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Berbuatlah sesuatu di dunia ini yang dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Kumpulkanlah amal sebaik-baiknya dan sebanyak-banyaknya. Ingatlah sabda Rasul SAW yang menyatakan bahwa “Ketika seseorang meninggal dunia, ia akan diantar oleh tiga perkara, yaitu harta, keluarga, dan amal. Setelah dikuburkan, maka yang dua (harta dan keluarga) kembali, sementara yang tersisa dan menemani mayat di kuburan hanyalah satu, yakni amal”. Dengan demikian marilah kita tunjukkan pada Allah SWT sebuah bukti nyata bahwa kita pun bisa untuk beramal sholeh selama di dunia sebagai bekal menuju akhirat. Pepatah Barat mengatakan “Bring supply when You go, Bring charity when You die (Bawalah bekal ketika Anda pergi, bawalah amal ketika Anda Mati).

2. Menyadarkan Manusia untuk tidak Berlaku Sombong atau Takabur selama di Dunia

Kita mencoba untuk merenungkan bahwa ketika kita mengantar jenazah ke kuburan, lalu jenazah tersebut dikuburkan, ada hikmah yang besar di balik itu semua, yakni betapa manusia berasal dari tanah, hidup di atas tanah, dan pada akhirnya akan kembali kepada dan menjadi tanah. Setinggi-tingginya jabatan dan kekuasaan, sebanyak-banyaknya harta kekayaan, secantik-cantiknya atau seganteng-gantengnya orang, ternyata pada akhirnya akan kembali ke tanah juga. Ini menjadi bahan kontemplasi bagi manusia bahwa berbuatlah yang terbaik bagi orang lain, berbuatlah sesuatu yang rendah hati, tidak berbuat sesuatu yang dapat menyombongkan diri di depan orang lain, tidaklah mempunyai niat untuk menganiaya orang lain karena posisi atau kedudukannya tinggi, sebab seangkuh-angkuhnya orang pada titik akhir ia akan dikuburkan di dalam tanah dan jasadnya pun menjadi tanah. Dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung kematian menyadarkan manusia bahwa betapa agung dan mulianya Allah dan betapa kecilnya manusia dalam pandangan-Nya. Apalah artinya kita manusia bila dibandingkan dengan kedudukan Dzat yang Maha Pencipta Allah SWT. Kesombongan yang selama ini manusia praktekkan dalam kehidupan sehari-hari tidak ada gunanya bila dibandingkan dengan ke-Maha Akbarannya Allah SWT. Pantas Allah melarang manusia berlaku sombong dengan Firman-Nya dalam Surat Al-Isra ayat 37:

ولاتمش فى الأرض مرحا, إنّك لن تخرق الأرض ولن تبلغ الجبال طولا

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”.

Melalui kedua hikmah peristiwa kematian seperti yang diuraikan di atas, semoga menjadi pendorong bagi kita untuk terus-menerus berlomba-lomba dalam kebaikan (Fastabiqul Khoirot) sebagai bekal dan sarana penyadaran akan betapa pentingnya memanfa’atkan waktu atau sisa hidup selama di dunia ini, sebab cepat atau lambat kita semua akan menemui sebuah peristiwa fenomenal, yakni kematian.

Tidak ada komentar: