THE LIGHT OF AL-QUR'AN

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

MY SCHOOL LAST TIME

MY PHOTOS

Jumat, 11 April 2008

Model-Model Mengajar (Teaching Models)


A. Pengertian Model Mengajar

Menurut Bruce Joyce dan Marsha Weil (1980: 1), yang dimaksud dengan model mengajar adalah: “A model of teaching is a plan or pattern that can be used to shape curriculum (long term courses of studies), to design instructional materials, and to guide instruction in the classroom and other setting.” (Suatu model mengajar adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau pun setting lainnya).

Hampir senada dengan pengertian di atas, Eggen, dkk. (1979): 12) menyatakan bahwa: “Models are prescriptive teaching strategies designed to accomplish particular instructional goals. They are prescriptive in the sense that the teacher’s responsibilities during the planning, implementing, and evaluating stages…a teaching model, then can be considered as a type of blue print teaching”. (Model mengajar ialah cetak biru mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pengajaran. Cetak biru ini lazimnya dijadikan pedoman perencanaan dan pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar.

Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa model mengajar adalah pola yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan dijadikan pedoman pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar di kelas yang merupakan pengejawantahan dari penyusunan kurikulum, pengaturan materi, serta pemberian petunjuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam pembelajaran.

B. Memilih dan Menetapkan Model Mengajar yang Tepat
Manakala dipertanyakan dan dibandingkan sejumlah model pembelajaran, sebaiknya tidak dipilih atau ditanyakan mana model yang terbaik. Pertanyaan itu sebaiknya diarahkan untuk mengungkapkan seberapa jauh suatu model dapat digunakan kepada siapa dan untuk tujuan apa. Semua model pembelajaran adalah baik. Untuk memilih model yang tepat perlu dipertimbangkan relevansi dan dukungannya terhadap pencapaian tujuan pengajaran (Dahlan, 1990: 21).

Dalam prakteknya guru dapat melakukan modifikasi model. Artinya ia memilih satu model utama untuk diterapkan dalam pembelajaran selama masa tertentu dan memilih model-model yang lain sebagai pendukungnya. Model-model pendukung ini hanya diperlukan sepanjang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Seorang guru tentu mengalami kesulitan untuk menunjukkan suatu model mengajar yang sempurna, yang dapat memecahkan semua problematika pembelajaran sehingga dapat membantu siswa mempelajari apa saja dengan model tersebut.

Disadari bahwa belajar banyak modelnya seperti mengajar. Jadi untuk beljar tertentu diperlukan model pembelajaran tertentu pula. Itu mengandung arti bahwa dijumpai banyak model mengajar dan banyak gaya belajar dengan tujuan berbeda-beda. Kalau seorang guru menginginkan siswanya produktif, aktif, dan kreatif, maka guru haruslah membiarkan siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan gayanya sendiri, dan penerapan model mengajarpun haruslah mengikuti kebutuhan siswa. Dalam hal ini Bruce Joyce dan Marsha Weil (1980: 1) mengungkapkan:

We begin by challenging the ide that there is any such thing as a perfect model we should not limit our methods to any single model, however attractive it may seem at first glance because no model of teaching is designed to accomplish all types of learning or to work for all learning styles. We make the assumption that there are many kinds of learning, for the most part requiring different methods of instruction. We also assume that our students come to us with different learning styles, calling for different approaches if each one is to become a productive and effective learner.

C. Rumpun/Macam-Macam Model Mengajar
Dalam pandangan Richard Anderson, seperti yang dikutip Nana Sudjana (1998: 152-153), ada dua model mengajar, yaitu model yang berorientasi kepada guru atau disebut teacher centered dan model yang berorientasi kepada siswa atau disebut student centered. Model pertama disebut pula tipe otokratis dan yang kedua disebut tipe demokratis. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Massialas yang mengajukan dua model, yakni ekspositori dan inquiri.

Namun demikian, rumpun atau kumpulan model mengajar yang dianggap lebih komprehensif adalah kumpulan model yang dikembangkan oleh Bruce Joyce dan Marsha Weil dengan kategorisasi sebagai berikut:

1. Model Information Processing.

2. Model Personal.

3. Model Social Interaction.

4. Model Behavioral.

1. Model Pengolahan/Pemrosesan Informasi (Information Processing Model)

Model ini adalah sebuah istilah kunci dalam psikologi kognitif yang akhir-akhir ini semakin mendominasi sebagaian besar upaya riset dan pembahasan psikologi pendidikan. Kata information processing sesungguhnya dipinjam dari peristilahan computer untuk menjelaskan aktivitas mental (mental siswa) ketika mengoperasikan pengetahuan dan mengolah informasi yang diekstraksikan dari peristiwa-peristiwa yang ada di lingkungan sekitarnya, seperti suara atau kata, gerakan benda, gambar, dan sebagainya. Model ini perlu diterapkan agar ranah cipta siswa dapat berkembang dan berfungsi seoptimal mungkin. Dalam model ini daya nalar dan daya pikir siswa betul-betul dilatih, sehingga kemampuan intelektualnya dapat teruji secara baik. Pemberian problematika yang harus dipecahkan oleh siswa sering disajikan oleh guru.

Dalam pandangan Abu Ahmadi dan Joko Tri Pasetia (1997: 31), model pemrosesan informasi bertolak dari prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia: bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, mengolah data, mendeteksi masalah, menyusun konsep, memecahkan masalah, dan menggunakan symbol-simbol. Sejalan dengan ini Dahlan (1990: 23) mengungkapkan:

Rumpun ini terdiri atas model pembelajaran yang menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta penggunaaan simbol-simbol verbal dan non-verbal.

Ada tujuh model (serta teoritikus/pencetusnya) yang termasuk rumpun ini, yakni:

  1. Inductive thinking model (Hilda Taba).
  2. Inquiry training model (Richard Suchman).
  3. Scientific inquiry (Joseph J. Schwab).
  4. Concept attainment (Jerome Bruner).
  5. Cognitive growth (Jean Piaget, Irving Sigel, Edmund Sullivan, Lawrence Kohlberg).
  6. Advance organizer model (David Ausubel).
  7. Memory (Harry Lorayne, Jerry Lucas).

Di antara ketujuh model di atas dijumpai model yang menitikberatkan perhatiannya kepada proses siswa memecahkan masalah, ada pula model mengutamakan kecakapan intelektual umum, atau terkadang pula dijumpai model yang menonjolkan interaksi sosial dan hubungan antar pribadi serta perkembangan kepribadian murid yang inter-integrasi dan fungsional.

2. Model Pribadi (Personal Model)

Rumpun model ini terdiri atas model mengajar yang berorientasi kepada perkembangan diri individu. Penekanannya lebih mengutamakan kepada proses yang membantu individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik. Model ini lebih banyak memperhatikan kehidupan emosional siswa. Dengan demikian usaha pembelajaran lebih bersifat menolong siswa dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Dengan model ini siswa diharapkan dapat melihat diri mereka sebagai pribadi yang berada dalam suatu kelompok dan cukup mempunyai kecakapan (capable).

Senada dengan di atas, Muhibbin Syah (2001: 193) menyatakan bahwa:

Model ini berorientasi pada pengembangan pribadi siswa yang lebih banyak memperhatikan kehidupan ranah rasa, terutama fungsi emosionalnya. Bantuan model ini lebih ditekankan pada pembentukan dan pengorganisasian realitas kehidupan lingkungan dan kehidupan yang khas atau unik. Diharapkan dengan menggunakan model ini proses belajar mengajar dapat menolong siswa dalam mengembangkan sendiri hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Siswa sebagai peserta didik juga dapat menyadari dirinya sendiri sebagai seorang ‘pribadi’ yang berkecakapan (capable) cukup untuk berinteraksi dengan pihak luar sehingga menghasilkan pola hubungan inter-personal yang kondusif (mendatangkan hasil/bermanfaat).

Model ini berimplikasi pada pembelajaran yang harus berdasarkan minat, pengalaman, dan pola perkembangan mental siswa. Dominasi pengajaran ada di tangan siswa. Dalam hal ini siswa dipandang sebagai suatu pribadi. Peranan guru adalah menuntun dan membantu perkembangan emosional dan penyesuaian diri melalui pengalaman belajar. Oleh karena itu guru harus mempunyai kemampuan dalam mengasuh, ahli dalam psikologi dan metodologi, serta bertindak sebagai nara sumber (resource person). Adapun bahan pelajaran disusun dan muncul berdasarkan atas minat dan kebutuhan siswa secara individual.

Di sini guru bukan berarti memberi pelayanan secara perorangan, akan tetapi menyesuaikan dengan kemampuan rata-rata para siswa, memberikan bantuan dan bimbingan kepada siswa yang memrlukannya, memberi kesempatan kepada mereka untuk maju sesuai dengan kemampuannya, memberi kesempatan kepadanya untuk melakukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya.

Model personal ini disebut juga model personal humanistic. Rumpun model ini meletakkan nilai tertinggi pada perkembangan pribadi di dalam memandang dan membangun realitas, yang melihat manusia terurama sebagai pembuat makna (meaning maker). Dengan perkataan lain, kelompok ini mengutamakan proses pengorganisasian internal yang dilakukan individu tersebut dengan lingkungannya maupun dengan dirinya sendiri. Model-model dalam rumpun ini sangat mementingkan efek pengiring (nurturant effect) sistem lingkungan belajar.

Terdapat lima model yang termasuk rumpun ini:

a. Non-directive teaching (Carl Rogers).

b. Awareness training (William Achutz).

c. Synectics (William Gordon).

d. Conceptual systems (David Hunt).

e. Classroom meeting (William Glassser).

3. Model Interaksi Sosial (Social Interaction Model)
Menurut Abu Ahmadi dan Prasetya (1997: 31), rumpun model ini didasarkan pada dua asumsi pokok, yaitu:

  1. Masalah-masalah sosial diidentifikasi dan dipecahkan atas dasar kesepakatan-kesepakatan yang diperoleh dari dalam dan dengan menggunakan proses-proses sosial.
  2. Proses sosial yang demokratis perlu dikembangkan untuk melakukan perbaikan di masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya secara ‘building’ dan terus-menerus.

Model interaksi sosial adalah rumpun model mengajar yang menitikberatkan pada proses interaksi antarindividu yang terjadi dalam kelompok individu tersebut. Oleh karenanya, rumpun model ini lazim juga disebut sebagai interactive model (model yang bersifat hubungan antar-individu).

Sesuai dengan penekanannya, aplikasi model ini diprioritaskan untuk mengembangkan kecakapan individu siswa dalam berhubungan dengan orang lain atau masyarakat sekitarnya. Siswa seyogyanya dihadapkan pada situasi yang demokratis dan didorong untuk berperilaku produktif dalam masyarakat. Salah satu contoh model yang sering diterapkan oleh guru dalam mendukung pencapaian tujuan model interaksi sosial ini adalah bermain peran (role playing).

Indikator adanya interaksi antar guru dan siswa dalam model tersebut adalah guru menciptakan iklim saling ketergantungan dan timbulnya dialog antar siswa. Siswa belajar melalui hubungan dialogis (dialogue interaction). Isi pelajaran difokuskan kepada masalah-masalah yang berkenaan dengan sosio-kultural, terutama yang bersifat kontemporer.

Ada enam model yang termasuk rumpun ini, yaitu:

  1. Group investigation (Herbert Thelen, John Dewey).
  2. Social inquiry (Byron Massalas, Benjamin Cox).
  3. Laboratory method (National Training Laboratory Bethel, Maine).
  4. Jurisprudential (Donald Oliver, James P. Shaver).
  5. Role playing (Fannie Shaftel, George Shaftel).
  6. Social simulation (Sarene Boocock, Harold Guetzkow).

4. Model Perilaku (Behavioral Model)
Rumpun model ini direkayasa atas dasar kerangka teori perilaku yang dihubungkan dengan proses belajar mengajar. Aktivitas mengajar, menurut teori ini, harus ditujukan pada timbulnya perilaku baru atau berubahnya perilaku siswa ke arah yang sejalan dengan harapan. Adanya kecenderungan memecahkan tugas belajar kepada sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan. belajar tidak dipandang sebagai sesuatu yang menyeluruh, akan tetapi diuraikan dalam langkah-langkah yang konkrit dan dapat diamati. Mengajar tidak lebih dari mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa dan perubahan itu haruslah dapat diamati. Model ini banyak dilandasi juga oleh asumsi emfiris bahwa segenap perilaku siswa adalah fenomena yang dapat diobservasi, diukur, dan dijabarkan dalam bentuk perilaku-perilaku khusus. Perilaku-perilaku khusus inilah yang menjadi tujuan belajar siswa.

Terdapat tujuh model yang termasuk rumpun ini, yaitu:

  1. Contingency management (B.F. Skinner).
  2. Self-control (B.F. Skinner).
  3. Relaxation (Rimm and Masters, Wolpe).
  4. Stress reduction (Rimm and Masters, Wolp).
  5. Assertive training (Wolpe, Lazarus, Salter).
  6. Desensitization (Wolpe).
  7. Direct training (Gagne, Smith and Smith).

Tidak ada komentar: