THE LIGHT OF AL-QUR'AN

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

MY SCHOOL LAST TIME

MY PHOTOS

Senin, 03 Desember 2007

SEKELUMIT KAJIAN TENTANG GURU


"Jadilah guru (mu'allim), murid (muta'allim), pendengar (mustami), atau pencinta (muhibbin). Janganlah menjadi yang kelima (bukan guru, bukan murid, bukan pendengar, bukan pencinta). Sungguh ia akan celaka! (Hadits).

A. Pengantar
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, meski jasanya melebihi para pahlawan perang. Tidak akan dijumpai sedikitpun dalam dada atau pundak guru serentetan bintang tanda jasa. Beda halnya dengan tentara, polisi, jaksa, hakim, dan lain-lain. Pak Sukarno, Suharto, Habibie, Megawati, Gus Dur, SBY, mereka bisa menjadi presiden karena hasil cetakan para guru. Guru bisa mencetak presiden, tapi belum tentu presiden bisa mencetak guru. Guru bisa mencetak gubernur, akan tetapi belum tentu gubernur bisa mencetak guru. Kemanakah gerangan wahai nurani Bapak Presiden, Bapak Gubernur, Walikota, Bupati, Para Pejabat? Mengapa Engkau tega-teganya membuat kebijakan yang menyengsarakan kaum Oemar Bakri, mengapa Engkau mencibir dan menghindar manakala berhadapan dengan sang 'gugu dan tiru', mengapa Engkau tak penuhi anggaran 20% bagi pendidikan yang notabene di dalamnya ada kepentingan bagi guru? Mengapa? Mengapa?Mengapa? Engkau semua bisa duduk di kursi kekuasaan empuk sekarang ini lantaran guru yang 'mendorongnya' untuk duduk di kursi itu. BELAJARLAH DARI NEGERI LAIN.....TENGOKLAH SEJARAH......setelahHirosima dan Nagasaki dibom atom oleh Sekutu tahun 1945, segera Kaisar Hirohito mengumpulkan para pejabat negara dan bertanya' "Berapa orang guru yang masih tersisa di negeri kita?". Tengok pula ketika Amerika ketinggalan oleh Rusia yang berhasil dengan pesawat ulang alik Sputnik. Presiden Amerika John F Kennedy ketika itu berkomentar di hadapan para pejabatnya,"What's wrong with our classroom?". Atau sejenak lihat pula betapa Presiden Vietnam memberikan suatu statement di hadapan para pembantunya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan negaranya,"NO TEACHER, NO EDUCATION".

Memperbaiki mutu pendidikan harus dimulai dari memuliakan guru. Dan, martabat guru sangat ditentukan oleh kompetensi, dedikasi, dan remunerasinya.

Di bawah gerah udara Jakarta, Kamis 19 Juli 2007, puluhan ribu guru berdemonstrasi. Realisasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen; implementasikan program sertifikasi guru; dan tinjau ulang ujian nasional (UN) sebagai penentu kelulusan. Itulah butir-butir tuntutan mereka.

Seperti biasa, Wakil Presiden Jusuf Kalla langsung merespons bahwa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tidak adil karena 20 persen dari APBN itu tidak termasuk gaji guru. Lagi pula, lanjutnya, Mendiknas belum siap dengan program utuh jika anggaran tersebut dipenuhi saat ini. Tentang UN, Jusuf Kalla yakin bahwa itu adalah cara tercepat untuk memacu semangat belajar, dan mulai tahun ini bahkan diberlakukan untuk tingkat SD (Kompas, 23 Juli 2007).

Demonstrasi para guru memang tidak membahayakan eksistensi dan citra pemerintah. Jangankan guru yang lugu—yang tak bermaksud agar Presiden di-impeach, meski ada dua keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU APBN (terkait anggaran pendidikan 20 persen) tidak sesuai dengan UUD 1945 pun, pemerintah tetap bergeming.

Oleh sebab itu, barangkali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merasa cukup dengan mengutus empat menterinya menyambut perwakilan pendemo. Maka, selesailah urusan penting pendidikan dengan penjelasan impulsif Wapres dan sikap diam Presiden. Suara guru itu pun segera lindap.

Dalam strategi dan kebijakan pembangunan bangsa, pendidikan belum menjadi agenda nasional yang utama (Amien Rais, Kompas, 26 Juli 2007). Perhatian pemerintah lebih tercurah pada persoalan-persoalan simptomatik, instan, dengan perubahan-perubahannya yang kasat mata.

Bidang pendidikan—tak seperti bidang lainnya—tak ada komisi, staf khusus, penasihat, atau unit kerja yang dibentuk untuk membantu presiden. Alhasil, praktis kebijakan pendidikan kita mengandalkan ide dan penalaran para pejabat/birokrat yang seringkali merasa benar sendiri dan banyak berbuat, namun senyatanya tak mem

ecahkan problem mendasar pendidikan, di antaranya nasib guru yang semakin tidak menentu.

B. Pudarnya Citra Guru

Martabat guru, harus diakui, semakin jatuh. Status sosial mereka lebih rendah daripada bintara pembina desa alias babinsa, mantri, atau bidan desa. Profesi mereka tak seseronok dokter, notaris, atau insinyur. Pudarnya citra ini disebabkan oleh beberapa kondisi dan faktor.

Pertama, profesi guru tidak bergengsi. Ketika Pemerintah Belanda pada pertengahan abad ke-19 mulai mendirikan sekolah kejuruan (vakscholen), anak kalangan priyayi dan orang pribumi kaya lebih tertarik kepada "Sekolah Radja" (Hoofdenscholen/Sekolah Calon Pegawai Sipil Pribumi) ketimbang masuk Sekolah Pelatihan Guru Pribumi (Kweekschool). Sebab, guru dianggap sebuah karier yang tidak prestisius dan menjanjikan.

Kecenderungan itu tampaknya terus berlanjut sehingga kebanyakan siswa berprestasi tidak tertarik masuk lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Semua ini berdampak buruk pada kompetensi guru, ditandai oleh rendahnya penguasaan materi dan metodologi pembelajaran, kurangnya kematangan emosional dan kemandirian berpikir, serta lemahnya motivasi dan dedikasi. Selanjutnya, pekerjaan sebagai guru tertinggal dan tidak seistimewa profesi lain. Status profesionalisme guru baru diundangkan tahun 2003 dan dicanangkan pada 2004.

Kedua, dalam masyarakat pseudo modern seperti Indonesia, penghormatan terhadap sesama lebih didasarkan pada perolehan kuantitas kasat mata seperti mobil mengilap, rumah megah, dan pakaian mentereng, ketimbang kualitas abstrak seperti kecerdasan, integritas, dan pengabdian seseorang. Sebagai kaum termarjinalkan, guru kita miskin dari simbol-simbol duniawi tersebut.

Tingkat sosial-ekonomi mereka pun rata-rata menengah ke bawah. Kebijakan pemerintah, sejak orde baru hingga era reformasi kini, belum secara signifikan memperbaiki keadaan ini.

Ketiga, pudarnya martabat guru diperparah oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang dapat diakses oleh mereka. Perkembangan ilmu keguruan dan ilmu kependidikan, juga inovasi-inovasi model pembelajaran, hampir tidak menyentuh kinerja guru kita. Akhirnya praktik kelas menjadi "ritual" usang yang tak tersentuh pembaruan selama bertahun-tahun.

Keempat, jajaran birokrasi kependidikan turut menindas jatidiri guru, dan "organisasi profesi" mereka kurang mengadvokasi dan tidak melindungi hak-hak anggotanya.

Pudarnya citra guru telah menurunkan kualitas pendidikan kita, dan jalan utama meningkatkan martabatnya adalah dengan memperbaiki kompetensi dan remunerasinya.

C. Pendidikan Profesi

Gagasan pendidikan profesi guru semula dimaksudkan sebagai langkah strategis untuk mengatasi problem mutu keguruan kita karena perbaikan itu tidak akan terjadi dengan menaikkan remunerasi saja. Oleh sebab itu, pendidikan profesi diperlukan sebagai upaya mengubah motivasi dan kinerja guru secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Tetapi sangat disayangkan implementasi gagasan pendidikan profesi lebih ditekankan pada uji sertifikasi (terutama untuk guru dalam jabatan). Padahal, Pasal 11 UU Sisdiknas mensyaratkan untuk memperoleh sertifikat pendidik tidak lain adalah kualifikasi S1/D4 dan menempuh pendidikan profesi guru.

Program uji sertifikasi yang tengah dijalankan pemerintah dengan mengandalkan penilaian portofolio, dipilih oleh pemerintah kabupaten/kota. Bahkan akan dibuka peluang bagi mereka yang tidak berkualifikasi S1/D4. Kenyataan ini bukan saja tidak menghasilkan perbaikan mutu, tetapi akan memunculkan masalah birokratisasi yang pada akhirnya mempersulit guru.

Program sertifikasi tidak boleh dilepaskan dari proses pendidikan profesi, dan tidak seharusnya dipandang sekadar cara memberikan tunjangan profesi. Tunjangan profesi hanyalah insentif agar para guru mau kembali belajar, sedangkan perbaikan kesejahteraan guru harus diberlakukan kebijakan lain tentang remunerasi.

"Ada piti (uang) muncul dignity," seloroh seorang guru. Memang persoalan ekonomi yang dihadapi guru sangat memengaruhi kinerja dan citranya di dalam masyarakat. Melalui tunjangan profesi kesejahteraan guru sulit diperbaiki karena mensyaratkan adanya kualifikasi dan sertifikat pendidik.

Penghasilan guru seharusnya diperbaiki--agar profesi ini menjadi kompetitif--dengan menaikkan tunjangan fungsional secara progresif dan mengoptimalisasi peran pemerintah daerah dalam pemberian insentif seperti yang telah dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta sekarang ini. Dengan demikian perbaikan remunerasi terlaksana secara merata dan proses sertifikasi tidak didesak untuk mengambil jalan pintas.

D. Memuliakan Guru ala AS

Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) sengaja merekrut Barbara Morgan (55), seorang guru—menggantikan posisi (alm) Christa McAuliffe yang juga guru, sebagai satu dari tujuh awak pesawat ruang angkasa Endeavour. Pelibatan guru dalam proyek canggih yang elitis dan sangat prestisius itu didorong oleh kesadaran tentang pentingnya sisi edukasi, penyebarluasan semangat ilmiah dan eksplorasi bagi generasi penerus.

Pada tahun 1957, ketika Sputnik (Rusia) sukses diluncurkan, masyarakt Amerika Serikat heboh karena merasa tertinggal. John F Kennedy yang kala itu masih Senator bertanya, "What's wrong with our classrooms?" Sejak itu pendidikan di Negeri Paman Sam berubah secara mendasar.

Begitulah guru dan pendidikan di negara maju dan ingin maju, senantiasa berada pada top of mind para pemimpin dan masyarakatnya. Bangsa Indonesia perlu belajar lebih banyak lagi.

Dalam upaya mengingat kembali akan pentingnya peran guru, kiranya sejenak kita memahami makna guru dan segala aspek-aspeknya seperti akan diuraikan di bawah ini:


1. Pengertian Guru
Kata guru dalam bahasa Arab disebut Mu’allim dan dalam bahasa Inggris guru disebut dengan teacher yang memiliki arti A person whose occupation is teaching others, yaitu seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain (Muhibbin Syah, 2003; 222).
Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, surau, mushala, rumah, dan sebagainya (Syaiful Bahri Djamarah, 2000: 31). Maka guru di jaman sekarang sudah mendapat arti yang luas lagi dalam masyarakat. Semua orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau kepandaian tertentu kepda seseorang atau sekelompok orang dapat disebut guru, misalnya: guru silat, guru senam, guru mengaji, guru menjahit, dan sebagainya (Ngalim Purwanto, 1988: 138). Namun dalam pembahasan berikutnya, guru yang dimaksud adalah seseorang yang mengajar di sebuah lembaga pendidikan, terutama di sekolah.
Guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan. Itulah sebabnya setiap perbincangan mengenai pembaruan kurikulum, pengadaan alat-alat belajar sampai pada kriteria sumber daya manusia yang dihasilkan oleh usaha pendidikan, selalu bermuara pada guru. Hal ini menunjukkan betapa signifikan (berarti penting) posisi guru dalam dunia pendidikan.
Guru dikatakan sebagai pendidik. Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab XI Pasal 39 Ayat 2). Guru sebagai seorang tenaga kependidikan yang professional berbeda pekerjaannya dengan yang lain, karena ia merupakan suatu profesi, maka dibutuhkan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Tabrani Rusyan, 1990: 5).
Dengan demikian guru adalah seseorang yang professional dan memiliki ilmu pengetahuan, serta mengajarkan ilmunya kepada orang lain, sehingga orang tersebut mempunyai peningkatan dalam kualitas sumber daya manusianya.
2. Fungsi Guru
Dalam paparan yang diungkapkan oleh Muhibbin Syah (2000: 250-252), pada dasarnya fungsi atau peranan penting guru dalam proses belajar mengajar ialah sebagai director of learning (direktur belajar). Artinya, setiap guru diharapkann untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan proses belajar mengajar. Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa peranan guru dalam dunia pendidikan modern seperti sekarang ini semakin meningkat dari sekedar pengajar menjadi direktur belajar. Konsekuensinya, tugas dan tanggung jawab guru pun menjadi lebih kompleks dan berat pula.
Perluasan tugas dan tanggung jawab guru tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjadi bagian integral (menyatu) dalam kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang oleh para guru. Menurut Gagne, setiap guru berfungsi sebagai:
a. Designer of instruction (perancang pengajaran)
b. Manager of instruction (pengelola pengajaran)
c. Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa).
a. Guru sebagai Designer of Instruction
Fungsi guru sebagai designer of instruction (perancang pengajaran) menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar mengajar yang berhasilguna dan berdayaguna.
Untuk merealisasikan fungsi tersebut, setiap guru memerlukan pengetahuan yang memadai mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar. Rancangan tersebut sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:
Memilih dan menentukan bahan pembelajaran.
Merumuskan tujuan penyajian bahan pembelajaran.
Memilih metode penyajian bahan pembelajaran yang tepat.
Menyelenggarakan kegiatan evaluasi prestasi belajar.
b.Guru sebagai Manager of Instruction
Fungsi guru ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan proses belajar mengajar.
Di antara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses belajar mengajar, yang terpenting ialah menciptrakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdayaguna dan berhasilguna. Selain itu kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar proses komunikasi, baik dua arah maupun multiarah antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar dapat berjalan secara demokratis. Alhasil, baik guru sebagai pengajar maupun siswa sebagai pelajar dapat memainkan peranan masing-masing secara integral dalam konteks komunikasi instruksional yang kondusif (yang membuahkan hasil).
c. Guru sebagai Evaluator of Student Learning
Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran.
Pada dasarnya kegiatan evaluasi prestasi belajar itu seperti kegiatan belajar itu sendiri, yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi, idealnya berlangsung sepanjang waktu dan fase kegiatan belajar selanjutnya. Artinya, apabila hasil evaluasi tertentu menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk melakukan kegiatan pembelajaran perbaikan (relearning). Sebaliknya, bila evaluasi tertentu menunjukkan hasil yang memuaskan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajarnya agar materi pelajaran lain yang lebih kompleks dapat pula dikuasai. Selanjutnya, informasi dan data kemajuan akademik yang diperoleh guru dari kegiatan evaluasi (khususnya evaluasi formal) seyogianya dijadikan feed back (umpan balik) untuk melakukan penindaklanjutan proses belajar mengajar. Hasil kegiatan evaluasi juga seyogianya dijadikan pangkal tolak dan bahan pertimbangan dalam memperbaiki atau meningkatkan penyelenggaraan proses belajar mengajar pada masa yang akan datang. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar tidak akan statis, tetapi terus meningkat hingga mencapai puncak kinerja akademik yang sangat didambakan itu. Sementara itu menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000: 43-48), fungsi guru meliputi sebagai insiator, korektor, inspirator, informator, mediator, demonstrator, motivator, pembimbing, fasilitator, organisator, evaluator, pengelola kelas, dan supervisor.
a. Insiator
, yaitu guru sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar mengajar dan ide-ide tersebut merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya.
b. Korektor, yaitu guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk.
c. Inspirator, yaitu guru harus bisa memberikan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik.
d. Informator, yaitu guru sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
e. Mediator, yaitu guru dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
f. Demonstrator, yaitu dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat dipahami oleh anak didik. Apalagi anak didik yang mempunyai intelegensi yang sedang atau rendah. Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami tersebut, maka guru harus berupaya membantunya dengan cara memperagakan apa yang diajarkan.
g. Motivator, yaitu peranan guru sebagai pemberi dorongan kepada siswa dalam meningkatkan kualitas belajarnya.
h. Pembimbing, yaitu jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dicita-citakan.
i. Fasilitator, yaitu guru memberikan fasilitas (kemudahan) dalam proses belajar mengajar, sehingga interaksi belajar mengajar berlangsung secara komunikatif, aktif, dan efektif.
j. Organisator, yaitu guru mempunyai kemampuan mengorganisasi komponen-jomponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar. Semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektifitas dan efisiensi dalam belajar pada diri siswa.
k. Evaluator, yaitu ada kecenderungan bahwa peranan evaluator guru mempunyai otoritas untuk menilai prestai belajar siswa, baik dalam bidang akademik maupun nonakademik, tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
l. Pengelola kelas, yaitu guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah termpat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.
m. Supervisor, yaitu guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses belajar mengajar. Untuk itu kelebihan yang dimiliki supervisor bukan hanya karena posisi atau kedudukan yang ditempatinya, akan tetapi juga karena pengalamannya, pendidikannya, kecakapannya, atau keterampilan-keterampilan yang dimilikinya.
Lain lagi dengan yang diuraikan oleh Oemar Hamalik (1980: 115-120). Ia mengutip pendapat Adams dan Dickey, bahwa fungsi guru sesungguhnya sangat luas, yakni meliputi: 1) guru sebagai pengajar (teacher as instructor), 2) guru sebagai pembimbing (teacher as counselor), 3) guru sebagai pemimpin (teacher as leader), 4) guru sebagai ilmuwan (teacher as scientist, dan 5) guru sebagai pribadi (teacher as person), 6) guru sebagai penghubung (teacher as communicator), 7) guru sebagai pembaharu (teacher as modernisator), 8) guru sebagai pembangun (teacher as constructor).
a. Guru sebagai Pengajar, guru bertugas memberikan pengajaran di sekolah (kelas). Ia menyampaikan pelajaran agar murid memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah disampaikannya itu. Selain itu ia juga berusaha agar terjadi perubahan sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial, apresiasi, dan sebagainya melalui pengajaran yang disajikannya. Untuk mencapai tujuan-tujuan itu maka guru perlu memahami sedalam-dalamnya pengetahuan yang akan menjadi tanggung jawabnya dan menguasai dengan baik metode dan teknik mengajar.
b. Guru sebagai Pembimbing, guru berkewajiban memberikan bantuan kepada siswa agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenali diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
c. Guru sebagai Pemimpin, guru sebagai pemimpin artinya ia harus mampu memberikan pengaruh kepada setiap siswanya sehingga siswa-siswanya dapat melakukan kegiatan belajar. Guru harus mempunyai kemampuan memberikan rangsangan yang menyenangkan dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar siswa. Tentu saja fungsi sebagai pemimpin menuntut kualifikasi tertentu, antara lain: kesanggupan menyelenggarakan kepemimpinan, seperti merencanakan, melaksanakan, mengorganisasikan, mengkordinasikan seluruh kegiatan siswa, mengontrol dan menilai sampai sejauh mana rencana telah dilaksanakan. Selain itu guru harus punya jiwa kepemimpinan yang baik, seperti: hubungan sosial, kemampuan berkomunikasi, ketabahan, kesabaran, humor, tegas, bijaksana, dan lain-lain, sifat yang dibutuhkan dalam kepemimpinan yang baik.
d. Guru sebagai Ilmuwan, guru dipandang sebagai orang yang paling berpengetahuan. Dia bukan saja berkewajiban menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswanya, tetapi juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus menerus memupuk pengetahuan yang telah dimilikinya. Guru harus selalu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Guru sebagai Pribadi, guru sebagai pribadi bermakna bahwa setiap guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh siswa, orangtua, dan masyarakat, agar ia dapat melakasanakan pembelajaran secara efektif. Maka guru perlu sekali memiliki sifat-sifat pribadi yang baik, seperti: ramah, sopan, santun, bijak, dan sebagainya.
f. Guru sebagai Penghubung, sekolah berdiri di antara dua lapangan, yaitu di satu pihak mengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi dan kebudayaan yang terus menerus berkembang dengan pesat, dan di lain pihak ia juga menampung aspirasi, masalah, kebutuhan, minat dan tuntutan masyarakat. Di antara kedua lapangan inilah sekolah memegang peranannya sebagai penghubung, dimana guru berfungsi sebagai pelaksananya.
g. Guru sebagai Pembaharu, pembaharuan di dalam masyarakat terjadi berkat masuknya pengaruh-pengaruh dari ilmu dan teknologi modern, yang datang dari negara-negara yang sudah berkembang. Masuknya pengaruh-pengaruh itu ada yang secara langsung ke dalam masyakarat dan ada yang melalui lemabaga pendidikan (sekolah). Guru memegang fungsi dan peranan sebagai pembaharu, oleh karena melalui kegiatan, guru menyampaikan ilmu dan teknologi, contoh-contoh yang baik, dan lain-lain, maka akan menanamkan jiwa pembaharuan di kalangan murid. Guru harus senantiasa mengikuti usaha-usaha pembaharuan di segala bidang dan menyampaikan kepada masyarakat dalam batas-batas kemampuan dan aspirasi masyarakat itu. Hubungan dua arah harus diciptakan oleh guru sedemikian rupa sehingga usaha pembaharuan yang disodorkan kepada masyarakat dapat diterima secara tepat dan dilaksanakan oleh masyarakat secara baik.
h. Guru sebagai Pembangun, sekolah turut serta memperbaiki masyarakat dengan jalan turut memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan dengan turut melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh masyarakat itu. Guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai seorang professional dapat menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk membantu berhasilnya rencana pembangunan masyarakat, seperti kegiatan keluarga berencana, kooperasi, pembangunan jalan-jalan, jembatan, dan sebagainya.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Selain mengajar, guru juga mempunyai tugas-tugas lain sebagai berikut:
a.Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket, dan sebagainya.
b.Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
c.Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat.
d.Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik.
e. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya (Ag. Soejono, 1982: 62).
Sementara itu, menurut Oemar Hamalik (1980: 123-133), tugas dan tanggung jawab guru meliputi 11 macam, yaitu:
1. Guru harus menuntun murid-murid belajar.
2.Turut serta membina kurikulum sekolah.
3. Melakukan pembinaan terhadap diri anak (kepribadian, watak, dan jasmaniah).
4. Memberikan bimbingan kepada murid.
5.Melakukan diagnosa atas kesulitan-kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas kemajuan belajar.
6. Menyelenggarakan penelitian.
7. Mengenal masyarakat dan ikut aktif di dalamnya.
8. Menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila.
9. Turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia.
10. Turut mensukseskan pembangunan.
11.Tanggung jawab meningkatkan professional guru.

Dalam tinjauan Uzer Usman (1992: 4), apabila dikelompokkan, tugas guru itu terdiri dari tiga jenis, yaitu tugas dalam bidang profesi, tugas dalam bidang kemasyarakatan, dan tugas kemanusiaan.
a. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup; mengajar, berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; serta melatih, berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
b. Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan tidaklah terbatas, guru pada hakikatnya merupakan komponen yang strategis yang memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor penting yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih-lebih pada era kontemporer ini.
c. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan meliputi bahwa guru di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orangtua kedua. Ia harus menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya.
Lebih lanjut Syaiful Bahri Djamarah (2000: 39), yang mengutip pendapat Roestiyah, menyebutkan beberapa tugas guru sebagai berikut:
a. Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman.
b. Membentuk kecakapan kepribadian anak yang harmonis, sesuai dengan cita-cita dan dasar negara kita Pancasila.
c. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik.
d. Sebagai perantara dalam belajar.
e. Sebagai pembimbing.
f. Sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.
g. Sebagai penegak disiplin.
h. Sebagai administrator dan manager.
i. Pekerjaan sebagai suatu profesi.
j. Sebagai perencana kurikulum.
k. Sebagai pemimpin.
l. Sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak.

4. Sifat-Sifat Guru
Ada beberapa pendapat para ahli tentang sifat-sifat yang harus dimiliki oleh para guru, antara lain:
a.Menurut Ngalim Purwanto (1998: 140-148), syarat-syarat guru adalah: berijazah, sehat jasmani dan rohani, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkelakuan baik, bertanggung jawab, berjiwa nasional, adil, percaya dan suka kepada murid-muridnya, sabar dan rela berkorban, memiliki kewibawaan terhadap anak-anak, penggembira, bersikap baik terhadap guru-guru lainnya, bersikap baik terhadap masyarakat, benar-benar menguasai mata pelajarannya, suka kepada mata pelajaran yang diberikannya, dan berpengetahuan luas.
b.Menurut Abdurrahman An-Nahlawi (1989: 239-246), sifat-sifat guru Muslim adalah: hendaknya tujuan, tingkah laku, dan pola pikir guru bersifat rabbani, ikhlas, bersabar, jujur, membekali diri dengan ilmu, mampu menggunakan metode mengajar, mampu mengelola siswa, mempelajari kehidupan psikis para siswa, tanggap terhadap berbagai persoalan,, dan bersikap adil.
c.Dalam pandangan Athiyah Al-Abrasyi (1988: 20-25), sifat-sifat guru yang Islami itu antara lain: zuhud, bersih tubuhnya, bersih jiwanya, tidak ria, tidak pendendam, tidak menyenangi permusuhan, tidak malu mengakui ketidaktahuan, tegas dalam perkataan dan perbuatan, bijaksana, ikhlas, rendah hati, lemah lembut, pemaaf, sabar, berkepribadian, tidak merasa rendah diri, bersifat kebapaan, mengetahui karakter murid.
d.Menurut Mahmud Yunus seperti yang dikutip Ahmad Tafsir (1992: 82), sifat-sifat guru antara lain: kasih saying kepada murid, bijak dalam memilih bahan pelajaran, senang melarang murid melakukan hal yang tidak baik, senang memberikan peringatan, senang memberikan nasehat, hormat kepada pelajaran lain yang bukan pegangannya, bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan taraf kecerdasan anak didik, mementingkan berpikir dan berijtihad, jujur dalam keilmuan, dan adil.
Berdasarkan sifat-sifat yang telah diungkapkan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat guru itu pada dasarnya berkaitan dengan sifat kognitifnya, afektif, dan psikomotornya.

Tidak ada komentar: