THE LIGHT OF AL-QUR'AN

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

MY SCHOOL LAST TIME

MY PHOTOS

Jumat, 11 April 2008

BAHAN PEMBELAJARAN

A. Pengertian Bahan Pelajaran

Secara bahasa, bahan mengandung empat arti, yaitu;

  1. Barang yang akan dibuat menjadi satu benda tertentu (bakal).
  2. Segala sesuatu yang dapat dipakai atau diperlukan untuk tujuan tertentu, seperti untuk pedoman atau pegangan, untuk mengajar, memberi ceramah.
  3. Sesuatu yang menjadi sebab (pangkal) atau sikap (perbuatan).
  4. Barang yang akan dipakai untuk bukti (keterangan, alasan) (Depdiknas RI, 2003: 87).

Adapun yang dimaksud dengan bahan pelajaran ialah isi atau materi yang diberikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Melalui bahan pelajaran ini siswa diantarkan kepada tujuan pembelajaran. Dengan perkataan lain tujuan yang akan dicapai siswa diwarnai dan dibentuk oleh bahan pelajaran. Bahan pelajaran pada hakikatnya adalah isi dari mata pelajaran atau bidang studi yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang digunakannya (Nana Sudjana, 1988: 67).

B. Sifat Bahan Pelajaran

Secara umum sifat bahan pelajaran dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, yakni fakta, konsep, prinsip, keterampilan, dan prosedur. Makna dari kelima sifat bahan ini adalah sebagai berikut:

1. Fakta

Fakta adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan, sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi (Depdiknas RI, 2003; 313). Menurut Bertrand Russel, dalam kaitannya dengan penelitian, fakta adalah segala sesuatu yang berada di dunia. Fakta adalah sesuatu yang ada (Jujun S. Surisumantri, 1991: 70). Sedangkan menurut S. Nasution (1987: 4), fakta adalah hasil dari observasi yang dapat dibuktikan secara empiris.

Tidak jauh berbeda dengan arti dari perspektif penelitian, dalam tinjauan pendidikan pun fakta diartikan sebagai sifat dari suatu gejala, peristiwa, benda, yang wujudnya dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Fakta dapat dipelajari melalui informasi dalam bentuk lambing, kata-kata, istilah-istilah, pernyataan sifat, dan lain-lain. Fakta biasanya dipelajari secara hapalan (Nana Sudjana, 1987: 67). Dengan demikian jika siswa diminta untuk mengingat suatu obyek, symbol atau peristiwa, maka materi pelajaran itu termasuk fakta.

2. Konsep

Konsep artinya: 1) rancangan, 2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit, 3) gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (depdiknas RI, 2003: 588). Kalau siswa diminta menyatakan suatu definisi atau menuliskan ciri khas sesuatu, maka materi pelajaran itu termasuk konsep. Dalam pandangan Manasse Malo (1985: 46), yang dimaksud dengan konsep secara umum adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala social, yang dinyatakan dalam istilah atau kata. Konsep terbentuk dengan jalan abstraksi dan generalisasi. Abstraksi adalah proses menarik intisari dari ide-ide, hal-hal, benda-benda, maupun gejala sosial. Sedangkan generalisasi adalah menarik kesimpulan umum dari sejumlah ide-ide, hal-hal, benda-benda, maupun gejala sosial yang khusus.

Konsep ada yang sederhana, ada pula yang rumit. Ada yang konkrit yang dapat diindera oleh panca indera, ada pula yang abstrak, yang tidak dapat diindera oleh pancaindera. Contoh konsep meja, kursi, lebih mudah diterangkan karena kita dapat melihat wujud konkritnya melalui panca indera. Lain halnya dengan konsep abstrak, contohnya konsep masyarakat, organisasi, asimilasi, atau kebahagiaan. Untuk memahami konsep-konsep demikian, kita perlu menjelaskan pengertian dari konsep yang bersangkutan.

Konsep mempunyai fungsi tersendiri. Konsep berfungsi menyederhanakan pemikiran terhadap ide-ide, hal-hal, benda-benda, maupun gejala sosial, agar memungkinkan adanya keteraturan, sehingga memudahkan terjadinya komunikasi.

Menurut Jujun S. Surisumantri (1991: 147-150), dalam suatu ilmu, konsep dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu klasifikasi, perbandingan, dan kuantitatif. Klasifikasi adalah suatu konsep yang meletakkan obyek yang sedang ditelaah dalam suatu kelas tertentu. Contoh anjing, rumah, pohon, kucing, dan sebagainya. Sedangkan perbandingan ialah sebagai perantara antara konsep klasifikasi dengan konsep kuantitatif. Konsep perbandingan mengemukakan hubungan mengenai obyek dalam norma yang mencakup pengertian lebih atau kurang, dibandingkan dengan obyek lain. Contoh: panas dan dingin adalah konsep klasifikasi, akan tetapi lebih panas atau lebih dingin adalah konsep perbandingan.

Adapun konsep kuantitatif mempunyai pasangan yang berhubungan dengan konsep komparatif, di mana dalam perkembangan sebuah bidang keilmuan biasanya berfungsi sebagai langkah pertama terhadap kuantitatif. Di dalam contoh konsep perbandingan tentang kurang berat dan sama berat dengan mudah akan membawa kita kepada konsep tentang berat yang dapat diukur dan diekspresikan dengan bilangan.

3. Prinsip

Apabila siswa diminta mengemukakan hubungan antara beberapa konsep atau menerangkan keadaan atau hasil hubungan antara berbegai macam konsep, mka materi pelajaran itu termasuk prinsip. Jadi prinsip adalah hubungan fungsional dari beberapa konsep, misalnya penguapan, radiasi, gravitasi, pembakaran, pemuaian, dan lain-lain. Prinsip pokok yang telah diterima dengan baik dan teruji kebenarannya dinamakan hokum. Mempelajari prinsip lebih sulit daripada mempelajari konsep. Apabila prinsip telah dikuasai, banyak fakta yang diperolehnya melalui penarikan kesimpulan secara logis (Nana Sudjana, 1988: 68).

4. Keterampilan

Keterampilan atau biasa disebut juga skill diartikan sebagai satu kemampuan bertingkat tinggi yang memungkinkan seseorang melakukan satu perbuatan mototik yang kompleks dengan lancar disertai ketepatan (J.P. Chaplin, 1999: 465).

Keterampilan adalah pola kegiatan yang bertujuan, memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi yang dipelajari. Keterampilan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu keterampilan fisik dan keterampilan intelektual. Keterampilan fisik adalah keterampilan psikomotor, misalnya menjahit, mencuci, mengetik, dan lain-lain. Keterampilan intelektual misalnya memecahkan masalah, melakukan penilaian, membuat perencanaan, dan lain-lain. Hampir semua keterampilan mengandung keterampilan fisik dan intelektual. Hanya sifat penonjolannya yang berbeda. Mempelajari keterampilan memerlukan penguasaan fakta, konsep, dan prinsip.

Hampir senada dengan pernyataan di atas, Muhibbin Syah (2001: 118) mengungkapkan bahwa keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan demikian siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.

Di samping itu, menurut Reber, keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerak motorik, melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas sehingga sampai pada mempengaruhi dan mendayagunakan orang lain. Artinya orang yang mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang yang terampil.

5. Prosedur

Apabila siswa diminta memecahkan masalah atau membuat sesuatu, maka materi pelajaran itu termasuk prosedur. Jadi prosedur ini merupakan sekumpulan bahan yang di dalamnya ada tuntutan bagi siswa untuk menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara logis, sistematis, teratur, dan teliti dalam memecahkan suatu persoalan yang dialaminya atau yang diajukan kepadanya.

Tujuan bahan pelajaran yang bersifat prosedur adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif siswa dalam memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi serta insight (pemahaman) amat diperlukan. Dalam hal ini hampir semua bidang studi dapat dijadikan sarana belajar pemecahan masalah. Untuk keperluan ini, guru sangat dianjurkan menggunakan model dan strategi mengajar yang berorientasi pada cara pemecahan masalah.

C. Menentukan Bahan Pelajaran

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan bahan pelajaran, antara lain:

  1. Bahan harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan.
  2. Bahan yang ditulis dalam perencanaan pembelajaran terbatas pada konsep saja, atau berbentuk garis besarnya saja. Bahan tidak usah diuraikan secara terperinci.
  3. Menetapkan bahan harus serasi dengan urutan tujuan. Artinya, bahan yang ditulis pertama bersumber dari tujuan yang pertama, bahan yang ditulis kedua bersumber dari tujuan yang kedua, dan seterusnya.
  4. Urutan bahan hendaknya memperhatikan kesinambungan (kontinuitas). Hal ini mempunyai arti bahwa antara bahan yang satu dengan bahan berikutnya ada hubungan fungsional, bahan yang satu menjadi dasar bagi bahan berikutnya.
  5. Bahan disusun dari yang sederhana menuju yang kompleks, dari yang mudah menuju yang sulit, dari yang konkrit menuju yang abstrak. Dengan cara ini siswa akan mudah memahaminya.
  6. Sifat bahan ada yang faktual dan ada pula yang konseptual. Bahan yang faktual sifatnya konkrit dan mudah diingat, sedangkan bahan yang sifatnya konseptual berisikan konsep-konsep abstrak dan memerlukan pemahaman. Mempelajari bahah faktual lebih mudah daripada bahan yang bersifat konseptual.

D. Penyampaian Bahan

Dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa di ruang kelas, guru hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Bahan yang disampaikan benar.
  2. Penyampaiannya lancar.
  3. Penyampaian bahan sistematis (berurutan secara logis, tiap bagian berkaitan satu dengan yang lainnya).
  4. Bahasa yang digunakan jelas dan benar, serta mudah dimengerti oleh siswa.

E. Pengelompokkan Bahan Pelajaran

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum itu menyangkut lima kelompok materi pelajaran:

  1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
  2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
  3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
  4. Kelompok mata pelajaran estetika;
  5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.

Berikut ini adalah contoh-contoh materi pelajaran dalam struktur kurikulum setiap jenjang pendidikan berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP):

1. Contoh Materi dalam Struktur Kurikulum SD/MI KTSP:

Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama

2. Pendidikan Kewarganegaraan

3. Bahasa Indonesia

4. Matematika

5. Ilmu Pengetahuan Alam

6. Ilmu Pengetahuan Sosial

7. Seni Budaya dan Keterampilan

8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan

Kesehatan

9. Muatan Lokal

10. Pengembangan Diri

2. Contoh Materi dalam Struktur Kurikulum SMP/MTs KTSP:

Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama

2. Pendidikan Kewarganegaraan

3. Bahasa Indonesia

4. Bahasa Inggris

5. Matematika

6. Ilmu Pengetahuan Alam

7. Ilmu Pengetahuan Sosial

8. Seni Budaya

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

10. Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi

11. Muatan Lokal

12. Pengembangan Diri

3. Contoh Materi dalam Struktur Kurikulum SMA/MA KTSP:

Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama

2. Pendidikan Kewarganegaraan

3. Bahasa Indonesia

4. Bahasa Inggris

5. Matematika

6. Fisika

7. Biologi

8. Kimia

9. Sejarah

10. Geografi

11. Ekonomi

12. Sosiologi

13. Seni Budaya

14. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

15. Teknologi Informasi dan Komunikasi

16. Keterampilan /Bahasa Asing

17. Muatan Lokal

18. Pengembangan Diri

Tidak ada komentar: