THE LIGHT OF AL-QUR'AN

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

MY SCHOOL LAST TIME

MY PHOTOS

Jumat, 11 April 2008

PENGELOLAAN KELAS

A. Pengertian Pengelolaan Kelas

Suatu yang tak dapat dipungkiri bahwa kelas merupakan lingkungan belajar yang diciptakan berdasarkan kesadaran kolektif dari suatu komunitas siswa yang relatif memiliki tujuan yang sama. Kesamaan tujuan merupakan kekuatan potensial pengelolaan kelas dan aktualitasnya adalah proses pembelajaran yang akseptabel.

Pengelolaan kelas mengarah pada peran guru untuk menata pembelajaran secara kolektif atau klasikal dengan cara mengelola perbedaan-perbedaan kekuatan individual menjadi sebuah aktivitas belajar bersama. Suharsimi Arikunto (1988: 67) berpendapat bahwa pengelolaan kelas merupakan suatu usaha yang dilakukan guru untuk membantu menciptakan kondisi belajar yang optimal.

Sedangkan Sudirman N (1991: 311) mengemukakan bahwa pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa yang berlangsung pada lingkungan sosial, emosional, dan intelektual anak dalam kelas, menjadi sebuah lingkungan belajar yang membelajarakan. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar , tercapainya suasana kelas yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, nyaman, dan penuh semangat sehingga terjadi perkembangan intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada siswa. Dari dua pengertian di atas menunjukkan adanya beberapa variabel yang perlu dikelola secara sinergik, terpadu, dan sistematis oleh guru, yaitu:

  1. Ruang kelas, menunjukkan batasan lingkungan belajar.
  2. Usaha guru, tuntutan adanya dinamika kegiatan guru dalam mensiasati segala kemungkinan yang terjadi dalam lingkungan belajar.
  3. Kondisi belajar, merupakan batasan aktivitas yang harus diwujudkan.
  4. Belajar yang optimal, merupakan ukuran kualitas proses yang mendorong mutu sebuah produk belajar.

Dalam pengertian lain dikemukakan bahwa pengelolaan kelas merupakan suatu proses seleksi tindakan yang dilakukan guru dalam fungsinya sebagai penannggung jawab kelas dan seleksi penggunaan alat-alat belajar yang tepat sesuai dengan masalah yang dan karakteristik kelas yang dihadapi. Jadi pengelolaan kelas sebenarnya merupakan upaya mendayagunakan seluruh potensi kelas, baik sebagai komponen utama pembelajaran maupun komponen pendukungnya (Pupuh Fathurrohman, 2001: 106).

B. Ciri-Ciri Kelas yang Tertib dan Karakter Kelas yang Baik

Dalam uraian Suharsimi Arikunto (1988: 68), ciri-ciri kelas yang tertib adalah:

  1. Setiap anak harus bekerja dan belajar secara aktif. Artinya tidak ada yang terhenti kegiatannya karena tidak tahu tugas yang harus dilakukan atau tidak dapat melakukan tugas yang diberikan kepadanya.
  2. Setiap anak terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu.
  3. Setiap anak bekerja secepatnya supaya lekas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.

Karakter kelas yang dihasilkan karena adanya proses pengelolaan kelas yang baik akan memiliki sekurang-kurangnya tiga ciri, yaitu:

1. Speed. Anak dapat belajar dalam percepatan proses dan progress, sehingga membutuhkan waktu yang relative singkat.

2. Simple. Organisasi kelas dan materi menjadi sederhana, mudah dicerna dan situasi kelas kondusif.

3. Self-Confidence. Anak dapat belajar dengan penuh rasa percaya diri atau menganggap dirinya mampu mengikuti pelajaaran dan terdorong kuat untuk terus berprestasi.

C. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas

Lahirnya interaksi yang optimal di dalam kelas, salah satunya tergantung pada pendekatan yang diterapkanoleh guru. Pendekatan-pendekatan itu antara lain:

  1. Pendekatan Kekuasaan. Ciri utama pendekatan ini adalah ketaatan pada aturan yang melekat pada pemilik kekuasaan. Guru mengontrol siswa dengan ancaman, sanksi, hukuman, dan bentuk disiplin yang ketat dan kaku.
  2. Pendekatan Kebebasan. Pengelolaan kelas bukan membiarkan anak belajar dengan sebebas-bebasnya, tetepai memberikan suasana dan kondisi belajar yang memungkinkan anak merasa merdeka, bebas, nyaman, penuh tantangan dan harapan dalam melakukan belajar.
  3. Pendekatan Keseimbangan Peran. Pendekatan ini dilakukan dengan memberi seperangkat aturan yang disepakati guru dan siswa. Isi aturan berkaitan dengan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas dan aturan yang boleh atau tidak boleh dilakukan siswa selama belajar.
  4. Pendekatan Pengajaran. Pendekatan ini menghendaki lahirnya peran guru untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang menguntungkan proses pembelajaran. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pengajaran yang baik.
  5. Pendekatan Suasana Emosi dan Sosial. Pengelolaan kelas merupakan proses penciptaaan iklim atau suasana emosional dan hubungan sosial yang positif dalam kelas. Suasana hati yang saling mencintai antar guru-siswa dan siswa-siswa penting dalam menciptakan hubungan sosial pembelajaran.
  6. Pendekatan Kombinasi. Pada pendekatan ini bisa menggunakan beberapa pilihan tindakan untuk mempertahankan dan menciptakan suasana belajar yang baik. Guru memiliki peran penting untuk menganalisis kapan dan bagaimana tindakan itu tepat dilakukan. Semua orang mudah melakukan tindakan, tetapi bertindak pada waktu yang tepat dan dengan cara yang akurat pada tujuan yang bermanfaat, hanya guru yang harus cermat.

D. Resep Pengelolaan Kelas

Suasana yang bakal menakjubkan kelas adalah apabila guru dapat merancang pengajaran yang memuaskan siswa, memanfaatkan serangkaian kecerdasan siswa, melejitkan motivasi dan menyiapkan siswa untuk meraih sukses. Menurut Bobbi dePorter, dkk. (2000: 84), terdapat beberapa modalitas dalam resep pengelolaan belajar di kelas, antara lain:

1. Dari Dunia Mereka ke Dunia Kita

Prinsip menjembatani jurang antara siswa dan guru akan memudahkan guru membangun jalinan komunikasi yang baik, menyelesaikan bahan pelajaran lebih cepat, membuat hasil belajar lebih melekat dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan. Membuat rencana pengajaran yang dapat menyeberang ke dunia anak dengan cara mengerti minat, hasrat dan pikirannya, maka guru dapat membawa siswa sepenuhnya ke dalam proses pembelajaran.

2. Cermati Modalitas V-A-K

Meskipun kebanyakan orang memiliki akses ketiga modalitas, yakni visual, auditorial, dan konestetik, namun semua orang cenderung pada salah satu modalitas belajar yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan, dan komunikasi. Visual adalah modalitas mengakses citra visual (yang diciptakan maupun diingatkan), auditorial adalah modalitas mengakses segala jenis bunyi dan kata (yang diciptakan dan diingatkan), dan kinestetik adalah modalitas mengakses segala jenis gerak dan emosi (yang diciptakan dan diingatkan).

3. Model Kesuksesan dari Sudut Pandang Perancang

Guru selalu mengolah secara cermat rencana pengajaran untuk mempersiapkan siswa belajar dengan penuh kehangatan dan antusias. Buat segalanya bertujuan Guru membuat strategi TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan).

4. Pertemukan Kecerdasan Berganda

Pertemukanlah oleh guru seluruh potensi kecerdasan anak, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Target atau sasaran belajar di kelas bukan hanya satu aspek kecerdasan saja, tetapi seluruhnya dapat dicapai.

5. Penggunaan Metafora, Perumpamaan dan Sugesti

Metafora: otak manusia merupakan mesin pembuat makna yang mencari-cari kecocokan dengan pengalaman sebelumnya. Metafora dapat menghidupkan konsep-konsep yang dapat terlupakan dan memunculkannya ke dalam otak secara mudah dan cepat dengan asosiasi; Sugesti: memberi bayangan yang mudah diingat. Menurut temuan ilmuwan saraf bahwa 90% masukan indera untuk otak berasal dari sumber visual dan otak mempunyai tanggapan cepat terhadap simbol, gambar yang sederhana dan kuat. Otak manusia melakukan proses informasi pada kecepatan yang mengagumkan. Sugesti dalam pembelajaran bisa terjadi karena penggunaan bahasa positif dan non-verbal, penataan lingkungan yang apik dan persepsi individual.

E. Keterampilan Pengelolaan Kelas

Keterampilan pengelolaan kelas secara praktis berkaitan dengan usaha mempertahankan kondisi kelas dan mengembangkan iklim kelas. Kedua atmosfir kelas bertumpu pada iklim kelas yang akseptibel untuk belajar. Keterampilan pengelolaan kelas terdiri dari dua hal, yaitu:

1. Usaha Mempertahankan Kondisi Kelas

usaha menciptakan kondisi kelas merupakan perbuatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan dengan memberi ramalan atau prediksi iklim kelas yang akan terjadi atau mungkin terjadi. Sedangkan mempertahankan kondisi kelas merupakan reaksi atau respons langsung atas peristiwa yang terjadi dalam suasana nyata di kelas.

Teknik mempertahankan kondisi kelas dapat dilakukan dengan cara menunjukkan sikap tanggap. Sikap ini dapat dilakukan dengan cara membagi pandangan guru secara merata dan adil, mendekati siswa agar memberi kehangatan dan persahabatan, memberi pernyataan atau pengakuan serta menunjukkan sikap tegas pada gangguan yang terjadi di kelas.

Sisi lain dari upaya mempertahankan kondisi kelas dapat berupa pemusatan perhatian pada semua siswa dengan cara mmeberi petunjuk yang jelas, penguatan dan pengulagan materi, penyesuaian irama belajar, dan meminta pertanggungjawaban siswa atas tugas yang telah diberikan.

Thomas Gordon (1997: 23) memberikan beberapa resep yang bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan kondisi kelas yang baik, antara lain:

  1. Keterbukaan dan transparan, sehingga memungkinkan terjalinnya keterusterangan dan kejujuran satu dengan lainnya.
  2. Penuh perhatian, bila tiap pihak mengetahui bahwa dirinya dihargai oleh pihak lain.
  3. Saling ketergantungan dari pihak yang satu ke pihak yang lain.
  4. Keterpisahan, untuk memungkinkan guru dan murid menumbuhkan dan mengembangkan keunikan, kreativitas, dan individualitas masing-masing.
  5. Pemenuhan kebutuhan bersama, sehingga tidak ada satu pihak yang dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan pihak yang lain.

2. Usaha Mengembangkan Iklim Kelas

Mengembangkan iklim kelas memiliki arti manata ulang kondisi kelas yang kurang kondusif. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui modifikasi perilaku siswa. Modifikasi perilaku siswa berarti memperbaiki cara berpikir, gaya mengekspresikan perasaan dan cara mewujudkan perilaku siswa, terutama berkenaan dengan cara merespons masalah dan teknik pemecahan masalah yang lebih permanen.

F. Masalah Pengelolaan Kelas

Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan kelas bisa bersumber dari dua faktor/komponen utama, yaitu dari faktor siswa dan guru. Permasalahan yang bersumber dari diri siswa seperti:

  1. Kurangnya kesatuan antar siswa, karena perbedaan gender, rasa tidak senang, persaingan yang tidak sehat.
  2. Tidak ada standar perilaku kolektif.
  3. Terkadang timbul reaksi negative atas peristiwa yang terjadi di kelas.
  4. Kelas mentolelir kekeliruan/kesalahan.
  5. Keterlambatan beradaptasi dengan lingkungan kelas yang berubah.

Sedangkan yang bersumber dari guru misalnya;

  1. Pikiran guru yang sedang kalut/banyak masalah.
  2. Banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan guru dalam waktu yang bersamaan.
  3. Daya introspeksi yang lemah terhadap penampilan fisik, gaya mengajar, dan pengendalian emosi.
  4. Dalam diri guru terdapat penghalang-penghalang dalam melakukan komunikasi dengan anak.

Khusus masalah yang keempat yang bersumber dari guru, yaitu adanya penghalang-penghalang dalam berkomunikasi dengan anak di kelas, penghalang-penghalang tersebut dalam pandangan Thomas Gordon (1997: 77-85) ada 12 macam, antara lain:

a. Memerintah, Menuntut, Mengatur.

Pesan-pesan seperti ini menyatakan pada murid bahwa perasaannya, kebutuhannya, atau masalahnya tidaklah penting, yang penting murid harus menurut dengan kebutuhan dan perasaan gurunya. Misalnya: “saya tak peduli kalau kau haus, duduk dan tetap di situ sampai kau disuruh pergi.” Dengan kekuasaan guru menciptakan suasana atau perasaan takut. Murid menemukan adanya ancaman akan dihukum oleh orang yang lebih besar dan kuat daripada dirinya. Guru tidak mempercayai kemampuan dan pertimbangan murid. Hal tersebut membuat murid kecewa atau marah, bahkan mungkin menampakkan permusuhan, melakukan balas dendam kepada guru, melampiaskan kejengkelannya, dan lain sebagainya.

b. Memperingatkan, Mengancam

Guru memberikan peringatan dan ancaman yang membuat murid tunduk dan takut. Peringatan dan ancaman terkadang menimbulkan permusuhan di pihak murid. Lebih jauh lagi terkadang murid tergoda untuk melakukan sesuatu yang baru saja dilarang oleh gurunya hanya untuk membuktikan apakah yang diancamkan oleh gurunya benar-benar akan dilakukan.

c. Memoralisasi, Mengkhotbahi, Memberi Keharusan

Penghalang ini mengharuskan murid memikul beban kekuasaan, tugas dan keharusan-keharusan yang berasal dari luar. Guru terus-menerus menceramahi murid tentang ini dan itu, seakan-akan murid tidak tahu dan tidak mau tunduk dan taat.

d. Menasehati, Menawarkan Pemecahan Masalah dan Saran

Menasehati, menawarkan pemecahan atau saran menimbulkan perasaan pada murid bahwa dirinya tak dipahami keberadaannya oleh guru. Guru tidak percaya akan kemampuan murid dalam memecahkan persoalan. Murid dibiarkan tidak mandiri.

e. Menggurui, Menceramahi, Memberi Argumentasi Logis

Murid yang mengalami masalah mungkin akan menanggapi cara menggurui dari gurunya dengan perasaan rendah diri, merasa sebagai orang bawahan, dan tidak mampu. Pemberian logika dan fakta seringkali menimbulkan penolakan dan kemarahan pada pihak murid sebab hal ini sama halnya menyiratkan bahwa murid berpikir tidak logis dan tidak mengerti.

f. Menghakimi, Mengkritik, Tidak Menyetujui, Menyalahkan

Keempat hal tersebut membuat murid merasa rendah diri, merasa bodoh, tidak mampu, tidak berguna, dan jelek.

g. Memuji, Menyetujui, Memberi Evaluasi Positif

Memberi pujian tidak selalu menguntungkan murid bahwa sering membawa pengaruh negatif. Evaluasi positif yang tidak cocok dengan gambaran diri murid bisa menimbulkan kemarahan. Murid mengartikan evaluasi positif itu sebagai usaha untuk mempermainkan mereka, suatu cara halus agar murid berbuat sesuai dengan apa yang diinginkan guru. Pujian juga sering membuat murid malu bila diberikan di tempat umum. Murid akan biasa tergantung pada pujian, bahkan mendapatkan pujian. Di satu sisi pujian pun membuat murid yang lain iri.

h. Mengata-ngatai, Menstereotifkan, Menghina

Hal tersebut adalah bentuk-bentuk evaluasi dan kritikan negatif, dan dengan demikian juga mengandung efek merusak terhadap citra diri murid.

i. Menginterpretasi, Menganalisis, Mendiagnosis

Dengan berbuat seperti di atas, murid beranggapan bahwa gurunya merasa paling bijaksana, paling tahu pikiran dan perasaan murid. Bila analisis guru tepat, murid akan merasa diekspos, ditelanjangi, dan dipermalukan. Bila analisisnya keliru, murid akan menjadi marah karena sudah dituduh tidak benar.

j. Menenangkan, Memberi Simpati, Menenteramkan, Memberi Dukungan

Guru menenangkan dan menghibur murid sebab guru merasa tidak nyaman dengan perasaan-perasaan negatif yang dimiliki murid pada saat mempunyai masalah. Pada situasi seperti ini sering diartikan bahwa guru ingin murid membuang perasaan yang dirasakan murid. Murid melihat usaha-usaha guru sebagai usaha mengubah dia dan murid tidak mempercayai gruunya lagi. Perasaan simpati yang sering digunakan untuk mengurangi perasaan-perasaan negatif murid akan menghentikan komunikasi, sebab murid merasa bahwa gurunya menghendaki murid tidak berperasaaan seperti yang mereka rasakan.

k. Menanyai, Menjajagi, Menginterogasi, Memeriksa Ulang

Mengajukan pertanyaan kepada murid di saat murid tengah bermasalah dapat diartikan sebagai ketidakpercayaan, curiga, atau ragu terhadap murid. Terkadang murid menganggap pertanyaan guru sepertinya menjebak. Jika guru bertanya, ditanggapi murid bahwa guru tidak berusaha untuk memberi kepercayaan kepadanya untuk memecahkan sendiri.

l. Menarik Diri, Mengganggu, Sinis, Melucu, Mengalihkan Perhatian

Sikap-sikap tersebut dapat mengkomunikasikan kepada murid bahwa guru tidak tertarik kepadanya, tidak menghormati perasaan murid, atau bahkan menolak murid. Murid biasanya serius dan benar-benar ingin membicrakan masalahnya. Menjawab murid dengan cara melucu, mengejek , sinis, meledek, dapat melukai perasaan, membuat murid merasa ditolak, dan terhina.

Dalam upaya mencegah timbulnya penghalang-penghalang di atas, Thomas Gordon 91997: 85-86) berikutnya memberikan empat (4) resep jitu, yakni:

a. Mendengar Pasif

Biarkan murid berbicara sebebas-bebasnya, meluapkan permasalahan yang dimilikinya sampai tuntas, guru tidak memotong pembicaraaannya, dengarkan keluhan dan masalah mereka, sambil mendengarkan guru mengkaji dan mengevaluasi permasalahan yang dihadapi murid.

b. Respon Pengakuan

Cara ini sedikit lebih baik dari cara pertama. Respon seperti ini menunjukkan adanya empati dan menyiratkan bahwa guru paling tidak sedang sadar dan memberi perhatian. Juga memudahkan komunikasi dengan murid meskipun tingkatannya rendah. Terdapat penerimaan dari pihak guru.

c. Kunci Pembuka, Ajakan untuk Bicara

Cara ini sangat efektif untuk menunjukkan bahwa guru ingin mendengarkan dan mau menyediakan waktu sebagai konselor murid. Cara ini dapat menolong murid yang mengalami kesulitan bicara atau tidak dapat bersuara saat ia tengah berbagi masalah.

d. Mendengar Aktif (Umpan Balik)

Dengan cara ini guru membuat murid merasa ide dan perasaannya dihargai, dimengerti, dan diterima. Cara ini bisa menumbuhkan komunikasi yang lebih jauh lagi, dan mencairkan perasaan serta memberi kesempatan untuk saling berbagi, mengajarkan kepada mereka bahwa perasaan adalah teman. Cara ini memudahkan identifikasi masalah-masalah sebenarnya. Memungkinkan langkah awal pemecahan masalah tetap berjalan, tetapi tetap memberikan tanggung jawab kepada murid sebagai pemecah masalahnya sendiri. Hubungan guru-murid menjadi berlandaskan pada saling pengertian, saling menghormati, dan saling memperhatikan.

G. Pengaturan Ruangan Kelas

Ruangan kelas merupakan salah satu tempat berlangsungnya pembelajaran, sehingga siswa dapat tumbuh dan berkembang, baik aspek fisiknya, mentalnya, intelektualnya, perasaan, maupun keterampilan yang lainnya. Oleh karena itu guru harus menata dan mengatur kelas sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan yang mencerminkan sebuah taman yang indah, damai, tenang, aman, dan menyenangkan bagi seluruh siswa untuk melakukan kegiatan belajar. dengan penataan ruangan kelas yang baik akan sangat mendukung terciptanya iklim atau suasana belajar mengajar yang kondusif.

Hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam menata kelas antara lain:

  1. Kerapihan, kebersihan, kenyamanan, dan tidak lembab.
  2. Cukup cahaya matahari untuk meneranginya.
  3. Sirkulasi udara lancar.
  4. Jumlah perabot cukup dan terawat dengan baik.
  5. Susunan meja dan kursi tertata rapid an dapat dibah sewaktu-waktu.
  6. Pada waktu mengikuti pembelajaran, siswa tidak harus selalu duduk di kursi, tetapi juga duduk di atas tikar/karpet.
  7. Penyediaan alat peraga atau media yang cukup dan disesuaikan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.
  8. Susunan meja dan kursi memungkinkan siswa untuk dapat bergerak dengan tenang dan nyaman.
  9. Jumlah siswa tiap kelas tidak melebihi kuota.

Guru juga perlu memperhatikan perabot-perabot yang biasanya ada dalam ruangan kelas, antara lain:

  1. Papan tulis berikut alat pendukungnya.
  2. Meja, kursi, dan lemari guru.
  3. Jam dinding.
  4. Papan absensi siswa.
  5. Lambang Negara, photo presiden dan wakilnya.

Tidak ada komentar: